Thursday, June 20, 2013

Budaya Materi

Apa makna benda-benda bagi manusia? Baik dari sudut pandang masyarakat tradisional maupun masyarakat modern pertanyaan ini bisa dijawab dengan dua hal, yang merupakan pokok kajian budaya materi (budaya pemanfaatan benda-benda oleh manusia, bagaimana manusia berhubungan dengan benda). pertama, benda-benda bisa diletakkan dalam perspektif fungsional saja. Dalam perspektif ini sebuah piring berfungsi sebagai wadah makanan, senjata berfungsi sebagai alat berburu dan mempertahankan diri terhadap serangan musuh, sepatu berfungsi sebagai pelindung kaki dsb. Fenomena peradagangan/ekonomi juga masih termasuk dalam perspektif ini. Yang kedua, benda-benda bisa juga diletakkan dalam perspektifnya sebagai totem, yaitu diasosiakan secara simbolik dengan sesuatu yang lain. Di sini benda-benda berperan sebagai pembawa maknamakna sosial tertentu. Cincin misalnya, yang tak terlalu penting dalam perspektif fungsional, dalam perspektif totem bisa bermakna kecantikan, kekayaan, atau ikatan kesetiaan dsb. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa benda-benda, seperti diteorisikan Mary Douglas (antropolog) dan Baron Isherwood (ekonom) (1979), mampu mengkongkretkan makna-makna sosial yang abstrak seperti kesetiaan, kepatuhan, dsb.

Wednesday, June 19, 2013

Budaya Cewek

Angela McRobbie (1995) mengatakan bahwa tampaknya selama ini remaja perempuan hanya bisa ditemukan dalam catatan kaki atau sebagai referensi tambahan saja. Suatu kategori di antara 'remaja' dan 'bisnis-bisnis lainnya'. Remaja perempuan tampaknya tidak benar-benar berada di sana. Pernyataan McRobbie ini mewakili kritik kaum feminis terhadap analisis-analisis subkultur yang selama ini ada. Analisis subkultur dianggap tidak memberi perhatian dan tempat yang layak kepada remaja perempuan.
Bill Osgerby (1998) mencatat bahwa masa sebelum Perang Dunia II, pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, kategori 'youth' dan 'adolescent' secara umum mempunyai konotasi dan imej laki-laki. Pada masa ini, remaja perempuan cenderung digolongkan sebagai kelompok yang 'classless' dan disembunyikan dari sejarah. Tapi pada masa setelah Perang Dunia II, 'teenager' bermakna remaja perempuan dan remaja laki-laki. Skala perubahan remaja perempuan pada kedua masa ini tentunya membutuhkan area peliputan yang lebih luas. 
Di Indonesia sendiri, terlebih dulu kita mengenal remaja perempuan sebagai kelompok remaja yang ikut berpartisipasi membantu perjuangan merebut kemerdekaan. Mereka ikut membantu merawat para prajurit laki-laki yang terluka, atau membantu memasak keperluan logistik para prajurit di dapur umum. Gambaran remaja perempuan berpakaian putih-putih dengan simbol palang merah di lengan, yang sedang berjongkok membalut luka prajurit, sangat sering kita jumpai dalam drama-drama di panggung peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia, juga dalam foto-foto atau gambar di buku-buku sejarah.
McRobbie kemudian mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan pokok yang bisa dijadikan panduan atau penuntun dalam melakukan penelitian terhadap subkultur remaja perempuan, yaitu: 1) apakah mereka 'hadir', namun 'tidak nampak'?, 2) jika mereka memang hadir/eksis, apakah peranan mereka lebih marjinal daripada laki-laki, atau apakah mereka memainkan peran yang berbeda?, 3) apakah posisi remaja perempuan menunjukkan pilihan subkultural, atau apakah peranan mereka merefleksikan subordinasi umum perempuan?, 4) apakah ada cara-cara berbeda dan khusus yang dijalankan remaja perempuan dalam mengorganisir hidupnya?
Remaja perempuan sebenarnya eksis dan hadir dalam kehidupan subkultur. Kita bisa menemukan remaja perempuan dalam kerumunan penonton konser musik rock, kita juga bisa menemukan remaja-remaja perempuan ikut bergabung dalam kelompok-kelompok punk di jalan-jalan. Tetapi seringkali keterlibatan perempuan dalam subkultur dikaitkan dengan kemerosotan moral dan degradasi personal. Media massa juga kerap memandang remaja perempuan dalam kelompok ini sebagai sesuatu yang sensasional semata.
Fakta lain menunjukkan bahwa jika remaja perempuan dan laki-laki sama-sama tergabung dalam kelas pekerja, gaji yang diterima kadang-kadang tidak sama. Atau meskipun penghasilan mereka sama, gaya konsumsi remaja perempuan dan remaja laki-laki pasti akan berbeda karena aktivitas bersenang-senang yang mereka lakukan juga berbeda. Atau mungkin aktivitas bersenang-senang yang dilakukan remaja laki-laki dan remaja perempuan jaman sekarang tidak terlalu menunjukkan perbedaan yang menyolok. Kita akan dengan mudah menemukan remaja perempuan sama banyaknya dengan remaja laki-laki dalam kafe atau music club. Tapi tetap saja remaja perempuan harus 'berhati-hati supaya tidak mendapat bahaya' di tempat-tempat seperti itu. Bahaya ini biasanya berupa serangan seksual dari remaja laki-laki atau laki-laki dari kelompok umur yang lebih tua. Sikap khawatir, ketakutan, dan hati-hati terhadap bahaya-bahaya ini biasanya didukung oleh para orang tua. Tidak heran jika remaja-remaja perempuan diharapkan untuk lebih banyak berada di dalam rumah atau dalam kamar. Intinya, mereka didukung untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih berpusat dalam rumah. Rumah teman-teman perempuan dan kamar tidur akhirnya menjadi situs-situs kunci remaja perempuan.
Perkembangan dalam dunia konsumerisme kemudian menunjukkan dimulainya boom berbagai macam produk yang khusus ditujukan untuk pasar remaja perempuan, mulai dari kosmetik, pakaian, dan berbagai macam pernik-perniknya. Hal-hal itu biasanya dipakai di rumah. Rumah teman dan kamar tidur kembali menemukan tempatnya. Jadi bisa dikatakan, remaja perempuan berpartisipasi dalam perkembangan dunia di luarnya, dan mereka mengkonsumsi itu semua di rumah, dalam tempat tidur mereka.
Remaja perempuan juga cenderung tidak dicurigai jika mempunyai teman-teman dekat perempuan. Maka tidak heran jika sejak jaman dulu sampai sekarang, pemandangan seorang remaja perempuan yang berada di tengah kerumunan kecil kelompok/gang perempuannya selalu dengan mudah bisa kita temui. Kehidupan kelompok remaja perempuan dipopulerkan kembali oleh Cinta, Maura, Milly, Alya dan Karmen dalam film Ada Apa Dengan Cinta. Para remaja perempuan biasanya memperoleh eksklusivitas sosial, ruang-ruang privat dan tidak bisa diakses, ruang-ruang khusus yang berjarak dan, untuk sementara, bebas dari tekanan orang tua, guru-guru di sekolah, juga teman-teman laki-laki.

Kehadiran majalah-majalah remaja perempuan juga harus diperhitungkan jika kita ingin membuat analisa terhadap para remaja perempuan ini. Mulai 1980-an akhir dan 1990-an, muncul kelompok-kelompok band laki-laki yang ditampilkan dengan daya tarik seksual yang lebih menonjol. Maskulinitas mulai ditampilkan sebagai objek sama menarik dan menggairahkannya dengan feminitas. Dan majalah-majalah remaja perempuan yang hadir di sini ikut mendukung dengan memberikan liputan dan perhatian yang besar kepada mereka, sehingga bisa dikatakan posisi remaja perempuan sekarang jadi terbalik. Mereka yang biasanya berposisi sebagai objek,

print this page Print

Bagaimana Representasi Menghubungkan Makna dan bahasa dalam Kebudayaan?

Menurut Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental. Yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, 'bahasa', yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam 'bahasa' yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan sistem 'peta konseptual' kita. Dalam proses kedua, kita mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara 'peta konseptual' dengan bahasa atau simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara 'sesuatu', ‘peta konseptual', dan 'bahasa/simbol' adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang kita namakan: representasi.

Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negosiasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru. Intinya adalah: makna tidak inheren dalam sesuatu di dunia ini, ia selalu dikonstruksikan, diproduksi, lewat proses representasi. Ia adalah hasil dari praktek penandaan. Praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.


print this page Print

Anak Jalanan dan Subkultur: Sebuah Pemikiran Awal


Oleh Kirik Ertanto


Dalam kesempatan ini, kita akan mempercakapkan gagasan mengenai subkultur. Seperti kita kenali bersama, tema ini salah satu yang diabaikan dalam perbincangan mengenai masyarakat Indonesia modern. Untuk itu sejak awal saya ingin berterus terang bahwa apa yang saja sajikan masih menyentuh bagian-bagian pinggirnya saja. Subjek yang saya pilih dalam percakapan kali ini adalah kehidupan sebagian kalangan anak muda yang berada di jalanan. Dalam kata lain, melihat kehidupan anak muda di jalan sebagai satu subkultur. Sebuah subkultur selalu hadir dalam ruang dan waktu tertentu, ia bukanlah satu gejala yang lahir begitu saja. Kehadirannya akan saling kait mengkait dengan peristiwa-peristiwa lain yang menjadi konteksnya. Untuk memudahkan kita memahami gagAsan mengenai subkultur anak muda jalanan, maka saya akan memulai dengan satu upaya membuat peta antara hubungan anak muda dan orang tua serta kultur dominan sebagai kerangkanya. Sekurang-kurangnya ada dua pihak yang -berkat dukungan modal yang melekat pada dirinya- berupaya mengontrol kehidupan kaum muda, yaitu negara dan industri berskala besar.
Di Indonesia, pihak pertama yaitu negara berupaya mengontrol kehidupan anak muda melalui keluarga. Keluarga dijadikan agen oleh negara untuk sebagai saluran untuk melanggengkan kekuasaan. Melalui UU No. 10/1992 diambil satu keputusan yang menjadikan keluarga sebagai alat untuk mensukseskan pembangunan. Keluarga tidak hanya dipandang hanya memiliki fungsi reproduktif dan sosial melainkan juga fungsi ekonomi produktif. Pengambilan keputusan keluarga dijadikan alat untuk mensukseskan pembangunan pada gilirannya membawa perubahan pada posisi anak-anak dan kaum muda dalam masyarakat. Anak-anak dan kaum muda dipandang sebagai satu aset nasional yang berharga. Oleh karena itu investasi untuk menghasilkan peningkatan modal manusia (human capital) harus sudah disiapkan sejak sedini mungkin. Dalam hal tugas orang dewasa adalah melakukan penyiapan-peyiapan agar seorang anak bisa melalui masa transisinya menuju dewasa. Akibatnya ada pemisahan yang jelas antara masa anak-anak dan masa muda dengan masa dewasa. Adalah tugas orang tua untuk memberikan pemenuhan gizi yang dibutuhkan, mengirim ke sekolah sebagai bagian dari penyiapan masa transisi. Saya Shiraishi (1995) yang banyak mengamati kehidupan keluargga dan masa kanak-kanak dalam masyarakat Indonesia mutakhir mengatakan bahwa implikasi lebih lanjut dari gagasan keluarga modern itu pada akhirnya menempatkan anak-anak sepenuhnya dibawah kontrol orang tua. Orang tua menjadi kuatir bila anaknya tidak mampu melewati masa transisi dengan baik, misalnya putus sekolah, dan akan terlempar menjadi kaum "TUNA" (tuna wisma, tuna susila dan tuna lainnya), kaum yang kehidupannya ada di jalanan. Kekuatiran ini bisa dilihat secara jelas dengan streotipe mengenai kehidupanjalanan sebagai kehidupan "liar". Bukanlah satu hal yang mengada-ada bila kemudian para. orang tua lebih memilih untuk memperpanjang proteksi anak-anaknya untuk berada di dalam rumah sebab lingkungan di luar rumah dianggap sebagai "liar" dan mengancam masa depan anaknya. Pilihan untuk memperpanjang masa proteksi anak-anak inilah yang kemudian ditangkap sebagai peluang dagang oleh para pengusaha. Belakangan ini dengan mudah kita bisa melihat berbagai produk atau media untuk membantu penyiapan masa transisi anak-anak. Program televisi yang jelas menggunakan kata (televisi) PENDIDIKAN INDONESIA adalah salah satu contoh terbaiknya. Selain itu berbagai media cetak juga mengeluarkan berbagai produk bagaimana menyiapkan anak secara "baik dan benar" dalam rangka pengembangan sumber daya pembangunan. Para orang tua pada. gilirannya akan lebih mengacu pada berbagai media itu sendiri dibandingkan pada peristiwa sehari-hari yang dialami oleh anaknya. Cara membesarkan anak yang diimajinasikan oleh negara dan pemilik modal inilah yang kemudian menjadi wacana penguasa (master discourse) untuk anak-anak Indonesia. Ia digunakan sebagai alat untuk menilai kehidupan keseluruhan anak dan kaum muda di Indonesia. Hasilnya seperti yang ditunjukkan Murray (1994) adalah mitos kaum marjinal: yang dari sudut pandang orang luar menggambarkan orang-orang ini sebagai massa marjinal yang melimpah ruah jumlahnya dengan budaya kemiskinan dan sebagai lingkungan liar, kejam dan kotor ... sumber pelacuran, kejahatan dan ketidakamanan.
Murray tidaklah sendirian dalam memberikan adanya dikotomi rumah dan jalan. Studi Siegel (1986), Saya Shiraishi (1990) dan Jerat Budaya (1998) menunjukkan temuan yang sama. Studi Marquez ( 1998) mengenai kaum muda jalanan di Caracas menunjukkan bahwa anak muda itu tidak secara pasif menerima begitu saja pandangan negatif dari luar. Jalan raya bukanlah sekedar tempat untuk bertahan hidup. Bagi kaum muda tersebut jalanan juga arena untuk menciptakan satu organisasi sosial, akumulasi pengetahuan dan rumusan strategi untuk keberadaaan eksistensinya. Artinya ia juga berupaya melakukan penghindaran atau melawan pengontrolan dari pihak lain. Bertolak dari gambaran sekilas di atas, saya akan menempatkan percakapan mengenai subkultur anak jalanan di Indonesia dalam titik potong antara dikotomi rumah dan jalan di satu sisi dan orang tua (kaum dewasa) dengan anak muda di sisi lain. Fokus dari percakapan kali ini untuk sementara saya batasi bagaimana corak mode kehidupan yang ditampilkan oleh kaum muda yang besar di jalan yang kemudian bertumbuh menjadi subkultur. Meninggalkan Rumah, Menanggalkan Masa Lalu Sebuah sebuah kategori sosial, anak jalanan bukanlah satu kelompok yang homogen. Sekurang-kurangnya ia bisa dipilah ke dalam dua kelompok yaitu anak yang bekerja di jalan dan anak yang hidup di jalan. Perbedaan diantaranya ditentukan berdasarkan kontak dengan keluarganya. Anak yang bekerja di jalan masih memiliki kontak dengan orang tua sedangkan anak yang hidup di jalan sudah putus hubungan dengan orang tua. Dalam tulisan ini, anak jalanan mengacu pada kategori anak yang hidup di jalan. Seorang anak jalanan yang sudah hampir dua puluh tahun hidup di jalan menuturkan pengalamannya pergi dari rumah. Katanya waktu kecil ia banyak ngeluyur dibanding sekolah, lebih banyak bermain dari pada belajar. Akibatnya, teman-temannya sudah naik ke kelas tiga ia masih saja duduk dibangku kelas satu. Buat sebagian anak pergi ke sekolah tidaklah selalu berarti pengalaman yang menyenangkan. Seorang anak lain  bila mengingat sekolah maka yang muncul adalah gurunya yang galak dan tubuhnya yang menjadi sasaran sabetan.
Katanya: Waktu saya sekolah saya digebugin karena di sekolah saya goblog. Di bawa ke kantor karena.sering nonton Th lalu disuruh membaca di papan tulis tidak bisa. Di sabet badanku. Pak guru saya galak. Lalu saya keluar kelas tiga. Keadan murid-murid bermasalah seperti itu biasanya dilaporkan oleh guru kepada orang tua murid. Laporan itu bisa menjadi penyulut kemarahan orang tua. Seperti yang dituturkan H: dan pak guru saya sering datang menemui orang tua saya menceritakan keadaan saya. Saya dimarahi bapak tidak hanya dengan suara tetapi juga digebugi pakai sapu lidi sampai merah kaki saya Berbagai penyuluhan, berita TV dan radio secara bertubi-tubi telah mengajar para orang tua memlaui pembatinan bahwa anak yang baik adalah anak sekolahan. Karena itu wajar saja bila guru tidak mampu lagi mendidik anaknya, maka orang tualah yang akan meng(H)ajar anaknya. Hasilnya seperti H dan N lari meninggalkan rumah. Ketika pertama kali hadir di jalan, seorang anak menjadi anonim. Ia tidak mengenal dan dikenal oleh siapapun. Selain itu juga ada perasan kuatir bila orang lain mengetahui siapa dirinya. Tidaklah mengherankan bila strategi yang kemudian digunakan adalah dengan menganti nama. Hampir semua anak yang saya kenal mengganti nama. Hal ini dilakukan untuk menjaga jarak dengan masa lalunya sekaligus masuk dalam masa kekiniannya. Anak-anak mulai memasuki dunia jalanan dengan nama barunya. Anak-anak yang berasal dari daerah pedesaan menggganti dengan nama-nama yang dianggap sebagai nama "modern" yang diambil dari bintang sinotren atau yang yang biasa didengarnya misalnya dengan anam Andi, Roy dan semacamnya. Seorang anak yang bernama Mohammad kemudian mengganti namanya menjadi Roni. Alasan yang diberikan karena Mohammad adalah nama nabi. Nama itu tidak cocok dengan kehidupan di jalan. karena yang dilakukan di jalan banyak tindakan haram. Proses penggantian sebutan itu dengan sendirinya menunjukkan bahwa ia bukan sekedar pergantian panggilan saja tetapi juga sebagai sarana menanggalkan masa lalunya. Artinya ia adalah bagian dari proses untuk memasuki satu dunia (tafsir) baru. Sebuah kehidupan yang merupakan konstruksi dari pengalaman sehari-hari di jalan. Corak Mode Kehidupan Menolak Tetap (Anak) Kecil Anak jalanan menggunakan tubuhnya sendiri sebagai sarana. untuk ekspresi diri sekaligus sub-versi. Pada tingkat permukaan ditunjukkan perbedaan-perbedaan oleh mereka sekaligus menegaskan pertentangan dengan negara dan masyarakat sekitarnya (lihat Hebdige, 1979). 
Tubuh dijadikan sumber produksi dan aktivitas komunikasi dan menjadi lokasi pengetahuan yang krusial bagi komunitas dan hal ini membantu tewrjadinya produksi makna bagi kelompoknya. Melalui pencarian dan tingkah laku yang berbeda itu secara sengaja anak jalanan menolak dan mengejutkan kultur dominannya dengan mensub-versi nilai-nilai utamanya. Ketika mulai tumbuh lebih besar, menampilkan nilai-nilai kejantanan merupakan aspek yang vital bagi anak-anak jalanan. Mereka secara teratur mulai berpartisipasi menyusun konstruksi kejantanan dengan mendiskusikan berbagai peran yang dilakukan oleh anak lain serta mengomentari penampilarmya. Meski secara sosial mereka dikategorikan sebagai anak (kecil), hampir semuanya mengadopsi bentuk-bentuk kedewasaan sebagai tanda pembangkanangan dari harapan-harapan yang ditentukan oleh masyarakat. Mereka memainkan peran yang selama ini dijalankan oleh kaum dewasa yang ada di sekitarnya, menenggak minuman keras, ngepil, judi serta menggemari free sex. Kebiasaan-kebiasaan yang dianggap tidak cocok untuk dilakukan oleh anak justru dianggap mampu membuat mereka merasa tumbuh dewasa dan menjadi jantan. Judi, misalnya, merupakan permainan yang populer, meski dianggap ilegal dan dimainkan di tempat-tempat tersembunyi. Rata-rata mereka mengaku menikmati permainan judi karena melibatkan resiko dalam pertaruhan, ketrampilan serta konsentrasi dan bila memenangkan permainan, ada rasa bangga menempati posisi puncak dari hasil permainan. Selain itujuga mendapatkan uang yang relatif banyak. Seorang dewasa yang sering memperhatikan dan bergaul dengan anak-anak jalanan mengatakan bahwa jika dilarang untuk melakukan tindakan tertentu, maka anak-anak jalanan itu seperti disuruh. Apa pun akan dilakukan untuk menentangnya. Katanya, itu bagian dari indentitas pembangkangan. Atau dalam kata lain menolak dianggap (anak) kecil terus. Gaya Pakaian dan Dandanan Tubuh Satu kali, H ( 12 tahun) mendapatkan uang cukup banyak dari hasil nyemirnya. Uang itu dibelikan kaos dan celana. jeans. Dengan pakaian baru yang bersih itu kemudian pergi menyemir. Ternyata dengan pakaian bersih semacam itu, tak banyak orang yang mau menyemirkan sepatunya. Berbeda dengan ketika ia memakai pakaian kotor, justru banyak orang yang mau menyemirkan sepatunya. Hal ini menunjukkan adanya satu pertentangan, di satu sisi masyarakat umum menginginkan mereka tampil secara "bersih", namun bila tampil dengan cara semacam ini maka ia tidak mendapatkan uang yang cukup. Berbeda dengan bila ia menggunakan pakaian kumal, orang tidak menyukai tetapi menghasilkan uang yang cukup. Situasi semacam itu menyebabkan anak-anak kemudian menggembangkan satu trend cara berpakaian yang cukup khas. Mereka kemudian lebih banyak mengadopsi cara berpakaian dari pengamen dewasa, turis asing atau dari film atau majalah yang dilihat. Salah satu yang cukup populer adalah gaya rasta yang disimbolkan melalui warna merah kuning dan biro dengan simbol daun ganja. Dan simbol itu ditampilkan di tato, di pakaian dan lainnya. Kata mereka rasta cocok dengan anak jalanan. Karena jalanan juga menciptakan orang kaya Bob Marley. Nongkrong di jalan, menghisap ganja, main gitar. Anak jalanan pengin seperti dia. Bukanlah satu hal mengherankan beberapa diantara mereka juga menggunakan model rambut dreadlocks. Pilihan lain adalah memanjangkan rambutnya. Di Indonesia, rambut panjang merupakan kebalikan dari model rambut para orang tua. Tidak banyak orang tua yang berambut gondrong. Gondrong merupakan citra anak muda. Selain itu dari pihak kemanan gondrong sering diasumsikan sebagai preman. Bila tidak gondrong, sebagian diantaranya justru memilih melicin tandaskan rambutnya. Artinya dari pilihan atas model rambutnya mereka tidak pernah sama dengan yang berlaku dalam masyarakat umum, potongan rambut yang rapi. Dalam kata lain untuk menunjukkan bahwa merekalah yang mengontrol urusan rambut. Selain rambut, tatto merupakan satu bentuk lain dari cara menampilkan diri. Sebagian anak melawankan tubuh yang bertatto dengan tubuh yang "bersih". Meski dikalangan umum memiliki tatto disamakan dengan preman, namun dikalangan anak jalanan ia memiliki makna yang berbeda. Beberapa anak mengatakan bahwa tatto merupakan penanda dari "show of force" sekaligus lambang "keras" dan jantan. Sebagian dari mereka membuat tatto sebagai satu tanda untuk menyimpan ingatan tertentu. Beberapa anak membua,t tatto sebagai satu inggatan atas peristiwa perginya seorang volunter ke negara asalnya dan juga peristiwa lain. Dalam beberapa hal bisa dikatakan bahwa kecenderungan berpakaian atau mentato tubuhnya juga menindik tubuhnya untuk dipasangi anting-anting baik di telingga, alis mata, pusar atau tempat lain tidak bisa dipisahkan dengan relasinya dengan cara penampilan yang normatif. Alternatif yang digunakan oleh anak jalanan tidak bisa tidak berada dalam dikhotomi bersih dan kumal. Menjadi "bersih" bisa jadi justru akan mengancam survival mereka di jalan. Artinya masyarakat dan anak-anak jalanan itu sendiri saling menjaga dengan tegas batas-batas yang mereka inginkan. (Penyalah)Guna(an) Obat dan Minuman Alkohol Menenggak minuman keras dan pil adalah satu kebiasaan yang dilakukan selama di jalan. Alasan yang diberikan adalah untuk melupakan masalah. Beberapa studi mengenai anak jalanan secara gamblang menunjukkan berbagai tekanan yang dialami oleh anak jalanan. Secara ekonomi mereka harus bekerja dalam jam kerja yang cukup panjang, secara sosial ia diletakkan sebagai sampah masyarakat, secara hukum keberadaannya melanggar pasal 505 KUHP. Bukanlah satu hal yang mengadaada bila mereka merasa tidak pernah merasa (ny)aman dalam kehidupan sehariharinya. Tindakan-tindakan yang dipilih ini akan membawa anak-anak pada masalah hukum, karena semua tindakan ini dianggap melanggar hukum. T ( 14) memberikan alasan bahwa sebelum bekerja ia mabuk dulu untuk menghilangkan rasa malu. Karena sebetulnya ia gengsi kalau harus jadi pengamen. Dengan demikian selain sebagai strategi ekonomi, mabuk akhirnya menimbulkan sikap cuek (tidak peduli) dengan aturan hukum. Secara umum, tindakan semacam ini sering dikatakan sebagai penyalah gunaan obat. Namun demikian, bila di tilik dari sisi lain akan terlihat sebaliknya. Dalam masyarakat modern, dengan mudah dikenali bahwa salah satu jalan keluar untuk mengatasi situasi-situasi yang menekan individu adalah dengan penciptaan obat-obatan. Dengan demikian anak-anak jalanan itu sungguh melakukan satu cara yang sudah disediakan oleh sistem dalam masyarakatnya. Dalam hal ini ia betul-betul memanfaatkan guna obat untuk mengatasi berbagai tekanan yang menimbulkan ketegangan dalam diri. Alat untuk mencapai satu kondisi nyaman. Musik Anak-anak juga menggunakan media musik untuk meciptakan ruang bagi dirinya untuk bersuara. Musik digunakan sebagai alat untuk memberdayakan dirinya. Selain untuk mencari makan, bermain musik juga menjadi alat untuk membangun solidaritas. Dalam kesempatan-kesempatan tertentu mereka memainkan musik secara bersama-sama. Dalam kesempatan semacam inilah mereka sering menyuarakan pandangan-pandangan mereka terhadap masyarakat seperti yang tampak dalam syair yang dibuat oleh Dd ( 14) dan Dw ( 15): SAKSI MATA Suara letusan samar-samar terdengar Ditengah malam yang pekat Sesosok tubuh penuh tato Terbujur kaku di lorong gelapnya kota Reff: Sejenak jiwanya berteriak Untuk ungkapkan rasa yang terasa Dia coba bicara kerryataan Banyak yang melihat Tak ada saksi mata... Garis kuning di lengan baju pun puas Nanyikan lagu kekuasaan dengan bangga dia melangkah pergi sambil berharap pangkatnya naik lagi Reff: Sejenak jiwanya berteriak Untuk ungkapkan rasa yang terasa Dia coba bicara keadilan Dengan pucuk pistol ... Menempel di keningnya. Secara gamblang syair tersebut merupakan satu kritik terhadap masyarakat yang mengalami rabun ayam terhadap peristiwa yang ada di sekelilingnya. Anak-anak ini menjadi saksi mata atas keseluruhan sisitem masyarakat yang berjalan. Dan untuk bicara seperti itu pun ia sadar ada pistol yang menempel di keningnya, dianggap mengancam atau malah tidak didengar sama sekali. Kata-kata Akhir Kehidupan anak jalanan di mulai dengan menanggalkan masa lalunya. Keberadaannya di jalan langsung akan menghadapkan anak-anak ini pelanggaran hukum pasal 505 KUHP sekaligus akan mendapat stempel sampah masyarakat. Dengan demikian kita layak menempatkan tindakan-tindakan yang dipilih anak-anak sebagai satu respon aktif terhadap peminggiran atas dirinya. Seperti yang secara sangat kasar diapaprkan di atas tindakan-tindakan tersebut merupakan kombinasi dari kebutuhan survival, ketetapan hati untuk menentang konformitas kultur dominan, dorongan untuk mendapatkan ke(ny)amanan dan untuk mencapai tujuan-tujuan memperkuat kesetiaan dalam kelompok. Salah satu strategi yang dipilih adalah cuek dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Dengan menjadi cuek, anak-anak ini berupaya menahan untuk menahan penyingkiran-penyingkran dari dunia sosial sekaligus mengalih ubahkan keberadaannya melalui penciptaan-penciptaan makna. yang spesifik. Corak moda kehidupan anak jalanan terutama adalah (re)aksi yang sesungguhnya tidak memiliki kekuatan besar, namun dari posisi di pinggiran itu tetap berupaya mengekspresikan dan menciptakan makna bagi dirinya
. Dengan menyimpang dari kultur dominannya anak-anak jalanan dengan sekuat tenaganya mempertahankan kontrol atas dirinya sendiri dengan ekspresi "kebebasan" dan simbol kreatifitas sekaligus menjadi ajang dari pertandingan: pemberdayaan atau penaklukan. Pendek kata, bila bagi banyak pihak menjalani kehidupan di jalan diietakkan sebagai "masalah", maka bagi anak-anak muda itu memilih kehidupan jalanan sebagai satu "solusi". Paradoks semacam ini memang akan tetap memposisikan anak jalanan di pinggiran, tetapi ia sekaligus juga sumber kekuatan terciptanya satu sub-kultur anak muda perkotaan.


Artikel ini dipresentasikan pada Diskusi dan Pemutaran Video "Subkultur Remaja: Underground, Skuter, PlayStation",


KUNCI Cultural Studies Center- Lembaga Indonesia Perancis, Yogyakarta, 5 Mei 2000.


print this page Print

Sunday, June 9, 2013

Pelanggengan pembantaian di Maluku Selatan

MOLUCCAS SOVEREIGNTY FRONT (FKM) OF THE REPUBLIC OF THE SOUTH MOLUCCAS (RMS), APRIL 25, 1950 (MUST BE LIBERATED FROM INDONESIA’S OCCUPATION )
IS THE WORLD AWARE OF THE FACT THAT RMS IS A LEGITIMATE STATE?
 “A Free Born People are not required to Submit to Tyranny”
 Kantor Pusat/Head Office, “HOMELAND” Jalan Dr. Kayadoe, No. 71, Lrg. PMI Kudamati Ambon
Address in exile: HEADQUARTERS, 945 Vallejo Drive, Hemet CA, 92543, USA
                                            or 15538 Bellflower Blvd. # B, Bellflower CA, 90706, USA
Phone: 1 909 363 5677;   e-mail: alexanderhmanuputty@yahoo.com
 SHALOM & WASSALAM

Konferensi Malino II, 12 Februari 2002 adalah dasar strategi pembantaian berencana lanjutan di Maluku setelah (Skenario I, Kerusuhan/Tragedi Kemenusiaan Maluku (TKM) 19 januari 1999 pada akhirnya mengalami kegagalan total untuk mengislamkan sarani asli Maluku dan menguasai daerah Maluku secara dominan).

Kebrutalan Islam liar/luar Maluku yang biadab di Maluku Selatan (Ambon dan daerah sekitarnya) pada 11 September 2011 dan seterusnya.

Kebrutalan yang terjadi di Ambon adalah sangat jelas merupakan suatu permainan aparat Indonesia yaitu Tentara dan Polisi hijau.
Kematian seorang islam yang telah direkayasa menjadi isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan) yaitu sebagai akibat suatu kecelakaan dan yang selanjutnya dikatakan dibunuh oleh orang kristen adalah justru suatu perbuatan menyulut api dalam sekam.
Jikalau tempo/waktu dulu persoalan tabrakan adalah persoalan yang mungkin hanya akan melibatkan keluarga si korban saja, namun sekarang persoalan sekecil apapun telah menjadi suatu penyebab timbulnya malapetaka besar-besaran khususnya di Maluku dan lebih khusus lagi di Maluku Selatan.
Pengalaman membuktikan bahwa penyulut malapetaka ini kebanyakan timbulnya dari pihak basudara islam, persoalannya mudah sekali yaitu bahwa kelompok ini sangat mudah sekali untuk di provokasi atau dibangkitkan emosinya sehingga tanpa pikir panjang langsung saja main serbu seperti kerbau gila (Matador pung/punya tamang/teman).
Beta sebagai anak Maluku asli, sangat sedih justru karena katorang pung basudara salam/islam sakarang ini seng sama deng dolo-dolo/dulu-dulu; beta seng tau parsis/persis yang dalangi persoalan ini adalah dari basudara salam Maluku asli ataukah dari basudara islam liar artinya dari luar Maluku, namun yang jelas adalah bahwa katong su/sudah seng/tidak bisa bedakan lagi mana katong/kami pung/punya basudara dan mana itu orang-2 liar, dan yang paling jelek yaitu bahwa ujung-ujungnya katong pung basudara salam Maluku yang harus pikul/menanggung nama jelek ini tarus-tarus.
Apakah kehidupan harmonis yang telah terukir ratusan tahun bahkan kehidupan Pela dan Gandong yang tidak dimiliki oleh orang luar Maluku sudah tidak punya kekuatan moral lagikah ???; Apakah Alef’Uru atau Alif’Uru sudah tidak punya makna lagikah ???; Apakah basudara salam Maluku asli sudah tidak bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk ???; jikalau itu merupakan suatu rekayasa pihak islam luar apakah basudara salam dan sarani asli Maluku tidak bisa bersatu dalam kain gandong untuk menolak bahkan mengusir pengaruh kebathilan dari luar Maluku ???; dan jikalau itu adalah hasil rekayasa Tentara dan Polisi Indonesia hijau yang kerjanya hanya mengacau dan membunuh maka tidakkah bisa kekuatan Orang Maluku asli salam sarani mengusir mereka keluar dari Maluku dan menyatakan bahwa katong tidak butuh tentara dan polisi dari luar karena katong pung tentara dan polisi Maluku regular juga ada ???; bukankah telah terbukti bahwa konferensi Malino 12 februari 2002 adalah se-mata-mata hanya untuk menjebak Maluku untuk tidak bisa damai ???; Kelihatannya seperti konferensi tersebut baik tapi ujung-ujungnya justru untuk membunuh orang asli pribumi Maluku salam dan sarani secara perlahan-lahan (Genocide).
Kenapa beta/saya bilang demikian, mari katong simak Isi Perjanjian Damai Maluku Di Malino (Malino II) :
  1. Mengakhiri semua bentuk konflik dan perselisihan.
  2. Menegakkan supremasi hukum secara adil dan tidak memihak, karena itu, aparat harus bertindak profesional dalam menjalankan tugasnya.
  3. Menolak segala bentuk gerakan separatis termasuk Republik Maluku Selatan.
  4. Sebagai bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka bagi semua orang berhak untuk berada dan berusaha di wilayah Maluku dengan memperhatikan budaya setempat.
  5. Segala bentuk organisasi, satuan kelompok atau laskar bersenjata tanpa ijin di Maluku dilarang dan harus menyerahkan senjata atau dilucuti dan diambil tindakan sesuai hukum yang berlaku. Bagi pihak-pihak luar yang mengacaukan Maluku, wajib meninggalkan Maluku.
  6. Untuk melaksanakan seluruh ketentuan hukum, maka perlu dibentuk tim investigasi independen nasional untuk mengusut tuntas peristiwa 19 Januari 1999, Front Kedaulatan Maluku, Kristen RMS, Laskar Jihad, Laskar Kristus, dan pengalihan agama secara paksa.
  7. Mengembalikan pengungsi secara bertahap ketempat semula sebelum konflik sesuai kondisi nyata setempat dan mempertahankan semua hak-hak mereka.  
  8. Pemerintah akan membantu masyarakat merehabilitasi sarana ekonomi dan sarana umum seperti fasilitas pendidikan, kesehatan dan agama serta perumahan rakyat agar masa depan seluruh rakyat Maluku dapat maju kembali dan keluar dari kesulitan.
Sejalan dengan itu maka segala bentuk pembatasan ruang gerak penduduk dibuka sehingga kehidupan ekonomi dan sosial berjalan dengan baik.
  1. Dalam upaya menjaga ketertiban dan keamanan seluruh wilayah dan masyarakat diharapkan adanya kekompakan dan ketegasan untuk TNI/Polri sesuai fungsi dan tugasnya.
Sejalan dengan itu maka segala fasilitas TNI segera dibangun kembali dan dikembalikan fungsinya.
10.  Untuk menjaga hubungan dan harmonisasi seluruh masyarakat, pemeluk agama Islam dan Kristen maka segala upaya dan usaha dakwah harus tetap menjunjung tinggi undang-undang dan ketentuan lain tanpa pemaksaan.
11.  Mendukung rehabilitasi khususnya Universitas Pattimura dengan prinsip untuk kemajuan bersama. Karena itu, rekruitmen dan kebijakan lainnya dijalankan secara terbuka dengan prinsip keadilan dan tetap memenuhi syarat keadilan.
Jikalau basudara bangsa Maluku samua perhatikan, simak dan pelajari betul-betul/batul-batul maka akan jelas terlihat bahwa tidak ada satupun butir kebijakan/Konferensi Malino II yang telah dikerjakan dengan tuntas di Maluku terlebih untuk Maluku Selatan.
Butir I, Mengakhiri, apa yang telah diakhiri, nihil, kata mengakhiri hanya diatas kertas saja dan bukan kenyataan di lapangan dan atau di hati nurani; “Sejak Konferensi Malino II di tandatangani oleh kedua belah pihak salam sarani (perwakilan asal-asalan atau kata lain perwakilan iko suka) pada 12 Februari 2002 maka justru terjadi sebaliknya yaitu bahwa sudah tidak terhitung lagi banyaknya konflik, kerusakan bahkan kematian  yang dihasilkan oleh Malino II hingga saat ini” !!!.
“Tolong surat kabar di Maluku mereview ulang, mulai dari 13 Februari 2002 sampai dengan hari ini, telah berapa banyak kejadian konflik yang terjadi dan akibat-akibatnya baik itu moral, fisik bahkan jiwa”. !!!
Butir II, Tolong bilang buat katong/kami dolo, mana itu supremasi hukum yang adil dan tidak memihak ???; Tolong kasih lia/lihat par/untuk katong dolo mana itu aparat yang professional???; Bukankah kalau salam salah prosesnya seng/tidak jelas ?, akang pung ujung-ujung juga seng jelas ???, mar kalau sarani, biar seng salah lai mar dong cari jalang par biking salah dan hukumannya panjang paskali-paskali sampe di Sumatera ???, diluar dapa/dapat siksa eee sampe ancor lele/hancur-hancuran ???.
Butir III, Aaa, ini dia, tolak separatis termasuk Republik Maluku Selatan (RMS); Tolong kasih tunju/tunjuk par katong dolo bahwa dong/kalian su biking dasar-dasar hukum legal tentang penolakan terhadap separatis termasuk RMS ka balong/belum supaya katong tau lai bahwa RMS itu separatis ataukah sebagai satu-satunya Negara yang paling sah di Indonesia ???; Supaya katong tau lai kata RMS dolo/duluan kah, atau KUHP pasal 106 dan 110 lebe/lebih dolo/dulu ???; 106 deng 110 muncul taong/tahun barapa kah, lalu RMS muncul taong barapa kah. “Jang ajar bebe barnang/ berenang”.
Butir IV, Ini adalah satu-satunya butir yang dong biking di Maluku kio; Butir inilah yang telah membuka kesempatan nonstop atau deng kata laeng butir ini sebagai jalan lebar untuk dong/mereka buka sayap di Maluku. Seharusnya butir ini tidak boleh ada sampai konflik benar-benar tuntas antara salam sarani di Maluku barulah Maluku dinyatakan sebagai daerah terbuka lagi untuk umum Indonesia, mar memang dong su/sudah tau akang/hal tersebut, sebab kalau butir ini seng ada maka Jihad/Mujahiddin/Tentara hijau/Polisi hijau/teroris Indonesia seng mungkin bisa barana banya-banya di Maluku, alias dong pung rencana mati.
“Beta masih inga paskali waktu beta biking pertemuan di beta pung rumah di Kudamati Ambon, beta undang banyak paskali/sekali tokoh/pemuka Maluku bahkan orang awam lapangan yang prihatin terhadap kerusuhan Maluku, beta bicara jang/jangan pergi di Malino II, atau kalau mau pergi, tolong Tn. Uskup Mandagi dan Tn. Ketua Sinode Hendriks atur akang bae-bae, artinya orang yang pergi itu harus batul-batul orang berpendidikan, berdedikasi, berkomitmen dan sayang Maluku sebab kalau tidak, maka beta jelaskan bahwa Malino II ini nanti akang jadi malapetaka/boomerang/batu sandungan baru untuk Maluku dan katong akang baku bunuh tarus-tarus, beta bicara juga untuk Pemy Souisa dan teman-teman lapangan tentang hal yang sama, mar dong samua seng mau dengar akang, nah sakarang dong makang/makan akang/dia pung tabaku/hasil buruk tarada” ???.
Butir V, Justru terjadi yang sebaliknya yaitu bahwa semua pendatang/jihad/mujahidin/ tentara hijau/polisi hijau/teroris justru maso/masuk tarus bawa senjata di Maluku/Ambon dan sekitarnya, dong/tentara dan polisi pariksa di sarani mar kasih lolos di salam.
Maluku adalah daerah maritim, pintu masuk sangat banyak, sukar untuk di kontrol dan pihak islam liar mempunyai berbagai kemudahan untuk masuk kedalamnya seperti (uang, peralatan, mata rantai organisasi yang ditunjang dengan berbagai kemudahan dan lain-lain sebagainya yang menunjang kegiatan mereka)
Butir VI, Orang Amerika bilang bullshit; Mana akang hasil pemeriksaan Tim Investigasi Independen Nasional (TIIN) yang Megawati Soekarno putri biking kang tu ???; Salam yang biking/buat, mana mungkin salam mau pariksa kang/hal tersebut !!!; Jihad yang biking, mana mungkin jihad mau pariksa kang !!!; Bagaimana mungkin Indonesia yang sekitar 70 % islam (data rasional) mau beberkan kesalahan islam di Maluku !!!, bagaimana mungkin TIIN mau beberkan kesalahan Indonesia di mata internasional !!!. “Balongcigulu lai katong su rai kio” (belum berikan teka teki namun kami sudah tau jawabannya) !!!.

“Oleh karena itu maka dasar hukumnya sudah jelas yaitu bahwa karena TIIN telah nyata-nyata gagal mengemban/melaksanakan tugasnya secara Nasional maka sudah waktunya untuk peluncuran Tim Investigasi Independen Internasional (TIII) ke Maluku oleh dunia internasional” !!!.

Butir VII, Mengembalikan pengungsi ketempat semula dan mempertahankan hak-hak mereka; “Sampe taong sukung bulang gomu tata”; Yang mana yang su jadi tu (yang mana yang telah dilakukan dengan sebenar-benarnya) !!!; Mau biking mana tinggal mana; Pangungsi/Pengungsi tambah tarus; Janji tinggal janji mar ente/nipu jalang/jalan tarus; Bukankah daerah pesisir dekat Maluku telah dipenuhi dengan transmigrasi luar Maluku ???; Bukankah sebagian besar wilayah kristiani sebelum TKM kini telah sesak dengan salam luar Maluku ???.
Butir VIII, Merehabilitasi sarana-sarana penting yang merana akibat kerusuhan di Maluku; Sio eee, ada baru biking dong su bakar akang ulang lai, barang dong pung nene moyang pung parusa dar jawa tida !!!; Dong/Pemerintah pung/punya hasil rehabilitasi kong/padahal Maluku Selatan jadi propinsi terkebelakang/termiskin nomor 2 dar/dari balakang/belakang !!!.
Buka ruang gerak supaya gampang bunu sarani tida !!!, bajalang tarus ale di Waihaong atau daerah-daerah salam deng jangut-jangut panjang macang/seperti kambing ada/sementara tinggal cari rumpu par makang tu, dan dibiarkan saja oleh tantara/tentara dan polisi; tantara deng polisi jaga di daerah sarani saja, seng usah jaga di salam supaya sarani mati tarus.
“Beta mau bilang par Karel, Richard deng yang laeng-laeng dong, kalau Cuma jadi petinggi di Maluku par diri sandiri sa lebeh baik mama jang barana dong lai kapaeee !!!; Jang biking malu Alif’Uru, jang biking malu mama barana kio” !!!; Lebe bae/baik letakan jabatan daripada jual bangsa pung hak kesulungan !!!, kalau seng mampu bilang seng mampu supaya rakyat menghargainya 100 %. Jang inga/cinta kedudukan lebe daripada bangsa pung sangsara !!!, seng ada jabatan mar jadi kakehan par rakyat lebe bae daripada dudu/duduk mar/tapi jadi penjilat dan penghianat !!!. Beta seng bilang ale dong bagitu mar beta Cuma kase inga; Orang tatua bilang bagini “Jagung/labu jua ada hati apalagi manusia” !!!.
Butir IXDalam upaya menjaga ketertiban dan keamanan seluruh wilayah dan masyarakat diharapkan adanya kekompakan dan ketegasan untuk TNI/Polri sesuai fungsi dan tugasnya.
Sejalan dengan itu, segala fasilitas TNI segera dibangun kembali dan dikembalikan fungsinya.
Kalau mau batul menjalankan butir ini maka beta barani bataruh potong beta pung leher buang bahwa selama tentara dan polisi suplemen tetap didatangkan ke Maluku/Ambon dan sekitarnya maka ini berarti bahwa persoalan problema Maluku akan berkepanjangan, sebab hal tersebut tidaklah pernah menyelesaikan masalah bahkan sebaliknya justru lebih menambah masalah dan ini telah terbukti selama ini;Coba saja bayangkan sudah berapa ratus batalyon tentara dan polisi yang turun ke Maluku sejak 19 Januari 1999 sampai dengan kini ?, apakah kehadiran mereka menyelesaikan masalah ? ataukah katong harus jujur katakan bahwa justru dengan adanya mereka maka masalah tidak akan pernah selesai, kanapa demikian, justru karena mereka-mereka adalah penyebab-penyebab masalah di Maluku. Mereka adalahbenar-benar strong point dan critical strong point dan penyebab timbulnya situasi buruk.
Maluku tidak butuh tentara dan polisi suplemen dari luar Maluku, tetapi Maluku membutuhkan hanya tentara dan polisi regular Maluku yang diintensifkan dan diefisiensikan, karena mereka yang lebih tau tentang salam dan sarani Maluku.
Butir X, Untuk menjaga hubungan dan harmonisasi seluruh masyarakat, pemeluk agama Islam dan Kristen maka segala upaya dan usaha dakwah harus tetap menjunjung tinggi undang-undang dan ketentuan lain tanpa pemaksaan.
Dari dolo jua butir ini seng ada di Maluku mar katong pung hubungan salam sarani adalah yang paling harmonis di Indonesia, seng ada lawang, dan kanapa sakarang/sekarang jadi bagini, justru karena iri hati dan kecemburuan dari salam luar Maluku; Jadi jang bicara soal jaga/menjaga hubungan harmonisasi salam sarani di Maluku; Katong/kami ajar ale/anda dong/samua bole, dan bukan ale dong mau ajar katong; Dia pung prinsip Cuma ini, yaitu samua/semua salam pengacau dari luar Maluku harus kaluar dari Maluku sakarang juga, butir ini kamorang seng pernah biking kang, akang Cuma diatas kartas/kertas saja. Kalau yang di ajar di Gereja berbeda dengan yang diajar di dakwah, bagaimana bisa beres (Gereja bilang Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, sementara dakwah bilang harus bunuh orang Kristen/kafir, bagaimana bisa bakudapa/bertemu nyong; “Sampe ayam tumbu gigi/alias sampai dunia kiamat”).     
Butir XI, Mana akang butir XI pung model tu, katong seng lia akang, mar yang katong lia nyata-nyata bahwa ada bodo mar biking diri pintar lalu untuk tutup parlente/bodo la bilang kata seng ada keadilan di UNPATI, lalu maeng seruduk kaya babi luka bakar sana sini dan lain-lain sebagainya; Bukankah demikian adanya ?.

“Keadilan memang harga mutlak bung!, namun keadilan yang layak dan bukan keadilan yang tidak layak”.

Beta taruh beta pung kapala lai untuk bicara bahwa katong orang sarani diajar oleh Alkitab untuk saling mengasihi dan bukan saling membunuh dan Alkitab seng ajar, kata kalau bunuh orang lain itu pasti masuk surga, tetapi malahan masuk neraka kekekalan. Mar beta seng tau deng salam radikal dong pung ajaran justru terbalik, kalau bunuh masuk surga lah, kaweng/kawin deng bidadari lah dan laeng-laeng/lain-lain sebagainya yang enak-enak di dengar mar seng/tidak masuk dalam akal sehat.

““Beta mau bilang par/untuk basudara/sesama islam dari luar Maluku sebagai berikut : Kalau memang ale dong (anda, kalian) disuruh oleh ale dong pung Kiyai/Ustad/Ulama Agama dengan mengatakan bahwa, kamu harus bunuh orang Kristen atau orang kafir supaya kamu masuk sorga atau kawin dengan bidadari atau sesuatu yang seperti itu, maka kamu harus bilang buat mereka, bahwa seandainya memang pahalanya sedemikian bagus tersebut, kenapa para Kiyai/Ustad/Ulama Agama tidak melakukannya lebih dulu untuk jadi contoh buat kami, supaya kami tau persis bahwa hal ini adalah benar adanya, dan kalau tidak bisa lakukan, maka jangan buat kami sebagai kambing conge””

“Orang - orang yang harus di gantung karena dosa penyebab langgengnya/lestarinya kerusuhan di Maluku adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presiden sakarang ni dan Yusuf Kalla yang su pulang kampong. Dong dua ini dengan antek-anteknya yang justru getol (matiharos) untuk sukseskan Malino II par tutu dong (mereka dan Indonesia) pung parlente di dunia internasional”.

Beta seng mungkin bicara kasus per kasus sebab itu tidak akan menyelesaikan masalah dan tidak ada habisnya, namun yang katong bahas yaitu prinsibilitinya, yaitu apakah yang menjadi titik tolak penghancuran Maluku secara berencana.
Yang beta bicara ini hanya baru kulit atau garis-garis kasar saja, sebab kalau katong mau masuk lebe dalam lagi maka akan Nampak sangat jelas berbagai permainan yang terjadi didalamnya seperti manipulasi, kamuflase, kolaborasi/ konspirasi negatif didalam masing-masing butir tersebut, disamping berbagai bentuk mekanisme kepentingan politik, kedudukan, korupsi dan lain-lain yang sejalan dengan itu.

Akibat yang terjadi :
  1. Kerusakan/kehancuran fisik bangunan/perumahan
  2. Kehancuran kebudayaan
  3. Kehancuran masa depan
  4. Kehancuran mata rantai kehidupan
  5. Trauma mental
  6. Korban luka-luka ringan sampai berat
  7. Kematian/korban jiwa.

Garis – Garis Besar lingkaran Setan :

  • Sektor terdepan; Islam garis keras (Mujahiddin/Jihad) dan teroris.
  • Grup penyokong; Tentara dan polisi Indonesia hijau.
  • Kegiatan; Menciptakan anak-anak sebar (strong point) dan cucu/cici sebar (critical strong point) dan selanjutnya bergerak menimbulkan situasi buruk dalam masyarakat luas.
  • Tujuan; Islamisasi dan Jawanisasi.
  • Kendaraan yang selalu dipakai; SARA (Suku, Agama, Ras = Suku/Bangsa/etnik dan Antar golongan.
  • Penciptaan suasana yang suam-suam kuku dan atau yang menunjang; Pemerintah Indonesia.
  • Panitia kemudi; Tokoh-tokoh lairan keras dari (Cendekiawan, agama, kejawen/ketergantungan kejawen, politik, pemerintah dan yang lain seperti itu).
  • Latar belakang pembantaian Maluku; 1. Maluku mayoritas Kristen (kristen tertua dan terkuat), 2. Maluku kaya, 3. Maluku adalah Israel, 4. Maluku adalah sebuah Negara yang sah (RMS, 25 April 1950) yang masih dijajah oleh Pemerintah Indonesia secara tidak sah, dan 5. Ramalan Pangeran Joyoboyo yang terakhir : “Pada suatu saat saya takut orang yang makan seperti anjing”.


Maluku Selatan, Amerika Serikat (California), 18 Oktober 2011

Atas Nama Bangsa Maluku Selatan
FKM - RMS

Pemerintahan Transisi
Hormat Beta

TERTANDA

Dr. Alexander H Manuputty

Pimpinan Eksekutif



print this page Print

Saturday, June 8, 2013

Perpetuation slaughtering in South Moluccas

MOLUCCAS SOVEREIGNTY FRONT (FKM) OF THE REPUBLIC OF THE SOUTH MOLUCCAS (RMS), APRIL 25, 1950 (MUST BE LIBERATED FROM INDONESIA’S OCCUPATION )
IS THE WORLD AWARE OF THE FACT THAT RMS IS A LEGITIMATE STATE?
 “A Free Born People are not required to Submit to Tyranny”
 Kantor Pusat/Head Office, “HOMELAND” Jalan Dr. Kayadoe, No. 71, Lrg. PMI Kudamati Ambon
Address in exile: HEADQUARTERS, 945 Vallejo Drive, Hemet CA, 92543, USA
                                            or 15538 Bellflower Blvd. # B, Bellflower CA, 90706, USA
Phone: 1 909 363 5677;   e-mail: alexanderhmanuputty@yahoo.com
 SHALOM & WASSALAM

Malino II Conference, February 12, 2002 as a base of strategy of continuing slaughtering planning in Moluccas for (the first scenario of genocide (Moluccas humanitarian tragedy)/TKM, January 19, 1999 that running in years experience its failed to Islamize the indigenous Christian Moluccas and to conquer the whole area of Moluccas dominantly).

Brutality action of wild Islamic which was barbaric in South Moluccas (Ambon city and its surrounding areas) on September 11, 2011.       

The brutality that happened in Ambon the Moluccas’ Capitol and its surrounding area was extremely clear constituting a game of Indonesian green apparatus (Indonesia Green Army and Police).
The death of one Islamic people at an accident, which was torsion to be an issue of SARA (race, religion, ethnic and group) in consequence of a killing done by a Christian people exactly, has been like to put a fire in a husk.  
If a crash in years before TKM probably just to implicate the victims’ families as such, yet right now as iota as matter whatever it, has been a cause of a big catastrophe especially in Moluccas and more especially in South Moluccas.  
Experience proved that a man behind the catastrophe always appear from the side of Islamic people, the matter was so simple namely that this group is very easy to be provoked or to be raised its emotions so before thinking directly rampage as a crazy cow (a friend of Matador).
I myself as an indigenous people of Moluccas was so sad because my brothers and sisters from indigenous Islamic Moluccas side was so different nowadays, I do not know exactly whether a mastermind of this problem is derive from our brothers and sisters of Moluccas indigenous or from wild Islamic it meansoutsider of Moluccas, but clearly that we cannot distinguish anymore which one is our bros and sisters and which one is the wild one and the worst of its aftermath that our bros and sisters of Islamic Moluccas must bears bad name an endless.  
Whether the harmony of live that has been carved in hundreds of years even the live of Pela and Gandong (an oath to be a bros and sisters come down through the centuries indirectly or directly) which is not owned by outsider of Moluccas does not have its moral again?; Whether Alef’Uru or Alif’Uru Nation has not had its significant again?; Whether our bros and sisters of Islamic Moluccas cannot distinguish the good and the bad?; If it was invented by wild/outsider Islamic, whether the combined Christian and Islamic of Moluccas cannot be united in a fabric of Gandong to rejected even cast them out of Moluccas? and if it was been an upshot of invention by the Indonesia green army and police which is just stir up trouble and kill, do not our own bros and sister of Christian and Islamic could cast them out of Moluccas and stated that we do not need the supplement Indonesia’s army and police outside of Moluccas for we have our regular army and police?.
Do not have been proved that the Malino II Conference, February 12, 2002 was merely just go to trap the Moluccas so cannot be peace?.
The Malino II Conference looks like a good one but its aftermath exactly to kill gradually (genocide) the Moluccas indigenous people Christian and Islamic.
Why I say that, let’s look in details the content of “Peace Agreement of Moluccas in Malino (Malino II):
  1. To end all conflicts and disputes
  2. To abide by due process of law enforcement fairly, faithfully, honestly and impartially, supported by the communities. Therefore, the existing security officers are obliged to be professional in exercising their mission.
  3. To reject and oppose all kinds of separatist movements, among others the Republic of South Moluccas (RMS), that threatens the unity and sovereignty of the Unitary State of the Republic of Indonesia.
  4. That as part of the Unitary State of the Republic of Indonesia, the people of the Moluccas has the rights to stay and work legally and fairly in the Republic of Indonesia nationwide and vice versa, by respecting the local culture, law and order.
  5. To ban and disarm illegal armed organizations, groups, or militias, in accordance with the existing law. Outsider parties that disturb the peace in the Moluccas will be expelled from the Moluccas.
  6. To establish a national independent investigation team to investigate among others, the tragic incident on January 19, 1999, the Moluccas Sovereign Front (Front Kedaulatan Maluku-FKM), Republic of South Moluccas (Republik Maluku Selatan-RMS), Christian Republic of South Moluccas (Kristen Republik Maluku Selatan-Kristen RMS), jihad warrior (laskar jihad), Christ Warrior (laskar Kristus), coercive conversion, and human rights violation.
  7. To call for the voluntarily return of refugees to their homes, and the return of properties.
  8. To rehabilitate mental, social, economic and public infrastructures, particularly educational, health, religious, and housing facilities, supported by the Indonesian Government. In line with that, all of limitation of public movement space has to be opened so the economic and social living shall running well.
  9. To preserve law and order for the people in the area, it is absolutely necessary for the military and the police to maintain coordination and firmness in executing their function and mission. In line with this, a number of military and police facilities must be rebuild and re-equipped to enable them to function properly.
  10. To uphold good relationship and the harmony among all elements of believers in the Moluccas, all efforts of evangelism must highly honor the diversity and acknowledge local culture.
  11. To support the rehabilitation of Pattimura University for common progress, as such, the recruitment system and other policies will be transparently implemented based on the principle of fairness while upholding the necessary standard.

If all Moluccas bros and sisters take account, look and learn in details then obviously visible that not even one of Malino II Conference items which was completely done in Moluccas more over in South Moluccas.
Item I, To end, what it was been ended, none, the word of to end just in the sheet not in the bare field and or in the conscience.
Since both side of perfunctorily representative of Christian and Islamic put their signature in Malino II Conference, February 12, 2002 then it has ensued the otherwise namely, that conflict, damaged even death among the Moluccas society has been untold until these day.
“Hi, the news paper in Moluccas please to review how many conflicts has done and its consequence either victims of moral, physic and even soul from February 13, 2002 till yet”.    
Item II, Please tell us which one is the law enforcement that fairly, faithfully, honestly and impartially?; Please show to us which one is the apparatus that professional?; Is not if the Islamic people do wrong things, its process was unclearly?, Is not its aftermath also unclearly?, but if the Moluccas Christian arrested arbitrarily they (law apparatus) are always seeking for the way to put those Christian people into a wrong way and later on punished them in years (irrelevant sentenced)?, even to put them into a barbaric mayhem?.   
Item III, Wow, That’s great, rejected the separatist including the Republic of the South Moluccas (RMS); Ok, give us proof that you all have  composed a legal basic of law about an objection towards the separatist including the RMS, so that we know too that the RMS is a crashing separatist or the only crashing legal state in Indonesia?; So that we know too that the RMS was been the first one or KUHP (criminal code) chapter 106 and 110 was been the first one?; So that we know too that KUHP chapter 106 and 110 was been erected in what year and the RMS was been erected in what year. “Do not teach the duck to swim”.    
Item IV, This is the only item they exercised in Moluccas, this item has opened a nonstop wide occasion or in other words this item has to be a wide way to open their/the wild wings in Moluccas. Supposedly this item must be none until the conflict really completely done between both Christian and Islamic indigenous of Moluccas, and later on after that the Moluccas restated opened again for common of Indonesia, But in this case they have known already, because if this item to be none then Mujahiddin/Jihad/Indonesia’s green army, police and terrorist may not be breeding innumerable in Moluccas alias their planning shall be dead.  
“I still remember when I made a meeting in my house at Kudamati, Ambon city; I was inviting a lot of personage of Moluccas even a field common people that concerns towards the Moluccas conflicts/riots; I was forbidden them to go to Malino II or if they insist to go, please the then Head of Presbyterian Synod (Rev. Hendriks) and the then Head of Catholic Church (Bishop Mandagi) adjust it perfectly, it means that people are going to go must have a good education, dedication, commitment and literally love the Moluccas, because if it is not, in this case just perfunctorily representative which represented then it shall evoke an otherwise namely to be a new disaster or boomerang or a stumble stone for Moluccas and also I was take a considerable effort to aware Pemmy Souisa and his field friend the same sightseeing but they ignored, that is why now I must say to them that please eat what your all stubborn”.      
Item V, Just has ensued the otherwise namely that all of new comer/Mujahiddin/Jihad/Indonesia green army and police/terrorists enter to Moluccas bring their war equipped; among the Christian side raid by police but regardless the Islamic side.
Moluccas is the Maritime territory, multi gate/entrance, and hard to be controlled and wild Islamic side has a lot of accessibility to come in it like (budgeting, equipment, link of organization that supported by many accessed and what not the same aforementioned that back up their activities).
Item VI, American people said bullshit; Where is the result of an investigation by a team of National Investigation Independent (TIIN) that created by Megawati Soekarnoputri?; How come all bad things doing by Islamic will be investigated by Islamic!; How come all damaged done by Jihad will be investigated by Jihad!; How come an Indonesia’s Islamic around 70 % (rational data) want to discover the Islamic trespass in Moluccas!; How come the TIIN want to reveal the Indonesia mistake in front of international eyes!.“Before you give the puzzle we have known the answered”   

“Hence, then the base of law has been cleared that because of TIIN has bare failed to exercise their duties nationally then there has been the time now a launching of an International Independent Investigation Team (TIII) to Moluccas needed for”.

Item VII, To turn back the refugee to their initial dwelling and the return of properties; Just constitute a statement, it will be a funny things like this, “until grasses bears the sky”; Which one that has done virtually, please show to us; The refugee has added over and over again; “Promise will be a promise but deceiving ongoing”; Is not the close suburban area of Moluccas has abound with outside transmigration?; Is not the most Christian of Moluccas areas before TKM has been crushed by the Islamic outside?.      
Item VIII, To rehabilitate mental, social, economic and public infrastructures, particularly educational, health, religious, and housing facilities, supported by the Indonesian Government; It barely made but the wild burned up periodically; The funny things like this, “indeed they ancestor from jawa owned their properties in Moluccas so they did it again and again”!.
If you said that to rehabilitate the all thing abovementioned from 2002 till now why the South Moluccas has became a poorest territory!.   
Open the movement space so easy to kill the Christian!; there is no guarantee to go through the Islamic area, why so, because a lot of long birds (Jihad/Mujahiddin) like goats is looking for grass to eat and it is ignored by police and army on the spot; Police and army just open its checkpoint mostly in Christian areas compare to Islamic areas.   
“I go to say to Karel, Richard and others, if you all just became a higher of Moluccas for each of your own self, is better each of your mom did not labor you!, Do not embarrass the Alif’Uru, do not embarrass your own mom”!, Is better you all quit with honor than you sell the nation’s firstborn right!, if you all are unable say frankly that the people will respect you all 100 %. Do not lust of power more than your nation’s misery!, you have nothing but you become a guide to your people is better than you have a seat but became betrayers and bootlickers!. I do not say that you all like that but I just remind you all; Remember the ancestor said that “The Corn and or pumpkin has its heart more over man”!.
Item IX, To preserve law and order for the people in the area, it is absolutely necessary for the military and the police to maintain coordination and firmness in executing their function and mission.
In line with this, a number of military and police facilities must be rebuild and re-equipped to enable them to function properly.
If they want to undertake this item virtually, I put my head to be cut down that as long as the supplement army and police came down sustained in Moluccas/Ambon and its surrounding areas then meaning that the problems of Moluccas shall prolonged because their attendance never solve the problem absolutely even ensued the otherwise namely more added the problems and these were proved during this time; Can you imagine that has hundreds battalions of police and army launched to Moluccas since January 19, 1999 up to now?, whether their appearance in Moluccas solve the problems? or we have to say honestly that the problems become more and more just for their existence in Moluccas, why it so, becausethey are really the problem makers towards Moluccas. They are really the strong point and critical strong point and the causation of bad situation.
The Moluccas does not need army and police supplement from outside, but the Moluccas just badly needed its regular army and police which is intensified and efficient because both of them were known exactly about Islamic and Christian Moluccas.        
Item X, To uphold good relationship and the harmony among all elements of believers in the Moluccas, all efforts of evangelism must highly honor the diversity and acknowledge local culture.
We do not have this item from long ago but we have a harmony relationship between Islamic and Christian Moluccas, it is unbeatable, and why nowadays became meaningless, is because an envy and jealous from Islamic outside and its bad intervene to Moluccas; So do not say now about good relationship and harmony in Moluccas; Do not teach us about that, even we have to teach you (the wild/outsider) about this thing. The principal just like this, the wild Islamic/wild intruder must be cast away from Moluccas right away, this item also never done but just in the sheet. If the Christian Churches’ teaching is  unlike with the teaching of Jihad/Mujahiddin, how come it will finished (the Church’s teaching  about love to each other like yourself but while Jihad/Mujahiddin’s teaching about kill the Christian/gentile, how come it will be mutual meeting; I think “until chicken has a teeth/until the day after it will never meet”).
Item XI, Which one is that, we never seen this item’s treatment, the bare fact that we watch it namely that the wild were really stupid but act like smart, and for covered their fool they said that it was not fair in UNPATI University, and further ram into there and here like wound pigs and burnt arbitrarily; is not it?.   

“Justice is absolutely!, but properly justice and not improperly justice like you/the wild want”.

I again put my head to be cut down that we the Christian were teaching to be love each other instead of mutual killing and Holy Bible never taught, that if you kill somebody you will enter the heaven but otherwise you shall be in abiding fire. Yet I cannot fancy that the lesson of radicalism Islamic just upside down, like to kill surely be in heaven or married with angels and so forth that comfort to hear but illogically. 
““I need to tell you all bros and sisters of Islamic inside and outside of Moluccas as follows: If you are ordering by your personage of religious like Kiyai, Ustad or others like that with saying that, you all must kill Christian and or gentile people so that you all shall enter the heaven or at least married with an angels or something like that, then right away you all must talk to them, that in case of its rewarded indeed as good as that, why you the personage of religious does not make it ahead of us to be a good exemplification to us, so we know too now that this order is right beneath of all, but if you the personage of religious cannot make it, do not make us like an obedient goat””.  

“Couple of people that has to be hanged because of their sin which was cause a preservation of conflicts/riots in Moluccas was Susilo Bambang Yudhoyono the President of Indonesia and also Yusuf Kalla that has came back home. Both of them and their stooge just insist to succeed the Malino II to cover their/Indonesia’s lie before international eyes”.     
I cannot point across case by case because it is not solve the problem and it is ceaseless, yet we must discuss about its principality, namely what has to be a point of departure of demolition towards the Moluccas intentionally.
What I have told just its skin/surface or coarse lines, because if we want to come in deeply then it will visible clearly various of game that happened in its inside like manipulate, camouflage, negative collaborate/conspiracy in each of those item, beside various shape of mechanism of political, position and corruption interest and something in line with that.    

The Consequences:
  1. Physically damaged/smashed (building/housing)
  2. Destruction of culture
  3. Destruction of future
  4. Destruction of link of living
  5. Mentally traumatic (human being)
  6. Injured, mild to severe (human being)
  7. Death or victims of soul (human being)

The highlight of vicious circle:  

  • Leading sector is Islamic hard liner (Mujahiddin/Jihad) and terrorists.
  • Supporting group is Indonesia green army and police.
  • Action, is to create the strong point, critical strong point and at its turn sure to evoke a bad condition among the community.
  • Destination is Islamization and Jawanization.
  • Craft is the SARA (race, religion, ethnic and group).
  • Invention of a lukewarm and or supporting season is Indonesia’s Government.
  • Steering Committee is hard liner personage from (scientist, religious, jawa/jawa minded, political, government and others like that).
  • Background of slaughtering in Moluccas: 1. The Moluccas is Majority Christian (oldest and strongest); 2. The Moluccas is Wealthy; 3. The Moluccas Is Israeli; 4. The Moluccas is a state/The Republic of the South Moluccas (RMS), April 25, 1950 but still occupied by Indonesia government illegally; 5. The Moluccas in Forecast by King Joyoboyo (belongs to Jawa) namely: “One day I afraid the men who eat like a dog”.      

South Moluccas, USA (California), October 18, 2011

On behalf of the South Moluccas Nation
FKM - RMS

Transitional Government
My best regards

SIGNED

Dr. Alexander H Manuputty

Executive Administrator

print this page Print