Sesuai dengan judulnya, maka tulisan ini
hanya membatasi diri kepada persoalan dasar-dasar bermain drama dengan mengupas
modal dasar yang dimiliki oleh setiap orang (calon) pemain drama. Dengan
demikian, diharapkan pengertian teoritis dasar dalam bermain drama dapat lebih
dahulu diterima sebelum melangkah ke cara-cara penggarapan dan pelatihannya.
TENTANG DRAMA
Kata "drama" berasal dari bahasa
Yunani, yaitu DRAOMAI yang berarti berlaku seperti ..., berbuat seperti ...,
beraksi seperti ..., dan bertindak seperti ... .
Dari situlah hadir beragam difinisi
terhadap drama dari para ahli drama yang bila dirangkum kesemuanya akan lahir
sebuah statement, bahwa drama adalah manusia.
Oleh karena drama adalah "sesuatu
kisah hidup dan kehidupan manusia" yang dihadirkan di atas pentas (buatan
manusia) oleh manusia untuk dipertunjukkan kepada manusia. Dengan demikian,
maka inti dari drama adalah manusia, dan dasar dari drama adalah action atau
acting.
Menurut catatan sejarah, zaman keemasan
Yunani (200 - 600 SM) dianggap sebagai ibu kandung drama yang mewaris-kan
konvensi-konvensi dasar drama dan jenis-jenis drama (tragedi, komedi dan
satir), penggunaan naskah tertulis, menggunakan sutradara dan pemain serta
pernak-pernik artistik kepada drama zaman sekarang. Di zaman inilah drama bukan
lagi sebagai sarana dalam upacara-upacara ritual keagamaan melainkan sudah
terangkat ke tingkat pertunjukan kesenian yang sebenarnya.
Pada awalnya memang kepribadian
aktor/aktris di atas pentas kurang dihadirkan secara utuh sosoknya di atas
pentas (karena menggunakan topeng). Tetapi sekarang, sosok seorang pemain drama
lebih dihadirkan utuh di atas pentas. Dengan demikian, maka tuntutan terhadap
seorang pemain drama bertambah.
TUJUH MODAL DASAR PEMAIN DRAMA
Seorang pemain drama tidak memerlukan
medium lain selain tubuh dan batinnya sendiri. Hal ini membedakan seorang
pemain drama dengan seorang pelukis atau seorang pemusik misalnya. Seorang
pelukis masih memerlukan medium lain di luar dirinya sendiri, yaitu cat, kuas,
objek dan kanvas. Atau seorang pemusik dengan alat-alat musiknya. Akan tetapi,
seorang pemain drama dituntut untuk dapat menghidupkan dan mengembangkan
peran/tokoh/watak yang mati dari naskah ke atas pentas /panggung dengan baik.
Tuhan telah memberikan tubuh, suara,
konsentrasi, imajinasi, daya pengamatan atau observasi, emosi dan pikiran dalam
setiap diri manusia. Inilah tujuh modal dasar yang harus diolah oleh seseorang
(calon) pemain drama dan dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan satu
karya seni yang gemilang.
Banyak (calon) pemain drama yang tidak
mengetahui, mengabaikan, melupakan dan bahkan meremehkan tujuh modal dasar yang
sudah ada dalam dirinya itu. Kebanyakan dari mereka hanya ingin dapat naskah,
dapat peran yang lumayan, hadir di pentas/panggung, mendapat tepukan tangan
yang gemuruh dan acungan dua ibu jari dari penonton. Akibatnya bisa diduga,
mereka tidak akan menghasilkan apa-apa (kalaupun ada itu pun tidak maksimal).
Secara pribadi saya bukannya tidak setuju
dengan pernak-pernik artistik (tata busana/kostum, tata rias, tata rambut, tata
panggung/dekor, peralatan adegan/properti, musik, tata cahaya/lampu, dan
lain-lain) yang "wah" dan menyilaukan mata. Semuanya itu hadir di
atas pentas/panggung secara sah -- apalagi memang sesuai dengan kebutuhan
pementasan. Tetapi, ada satu hal yang lebih penting dan mendapat nilai, porsi
dan tempat tertinggi dalam suatu pertunjukan pementasan drama, yaitu
pengadeganan dan acting di atas pentas/panggung. Pengadeganan merupakan tugas
dari seorang sutradara yang dibantu oleh staf artistiknya dalam membuat dan
mengadakan pernak-pernik artistik. Tetapi, penyutradaraan dan pernak-pernik
artistik merupakan pendukung acting/action, bukan sebaliknya.
MODAL PERTAMA: TUBUH
Tubuh yang sangat ideal bagi seorang (calon
) pemain drama adalah tubuh yang patuh taat dan mudah dikendalikan sesuai
dengan kemauan pemiliknya serta fleksibel. Sesempurna-sempurnanya tubuh manusia
pasti memiliki satu dua cacat kecil. Untuk itu amat penting bagi seorang (calon)
pemain drama untuk bisa meneliti kekurangan-kekurangan atau cacat-cacat kecil
itu dan berusaha semaksimal mungkin (dengan latihan) untuk menghilangkan atau
menutupinya, agar tidak menjadi hambatan untuk acting yang dilakukan.
Anggota-anggota tubuh, seperti tangan,
jari-jari, wajah, kaki, mata dan sebagainya merupakan penunjang acting, bukan
suatu beban yang harus dibuang /disembunyikan karena dianggap menyulitkan dan
mengganggu.
MODAL KEDUA SUARA
Suara manusia merupakan instrumen yang
paling indah dan berkemampuan tidak terbatas.
Komunikasi penonton dengan seorang (calon)
pemain yang merasakan dan menghayati perannya baru akan terjalin apabila si
(calon) pemain sanggup menggunakan suara sebagai alat pengutaraan dengan baik.
Problem suara, yang sering dialami oleh
seorang (calon) pemain, seperti artikulasi tidak jelas, suara tidak terdengar,
berteriak-teriak tegang, monoton, dan lain-lain disebabkan oleh ketidakmampuan
untuk mempergunakan cara-cara teknis pengucapan (vokal) dengan sempurna dan
juga ketidakmampuan untuk merasa dan menangkap perubahan-perubahan dalam
pikiran, perasaan, motivasi-motivasi dan emosi-emosi peran/tokoh/watak yang
akan dihidupkan di atas pentas.
MODAL KETIGA : KONSENTRASI
Siapa saja tahu, bahwa semua bidang dan
pekerjaan memerlukan kosentrasi. Tanpa konsentrasi tidak akan membuahkan hasil
apa-apa. Tetapi harus disadari bahwa tingkat kemampuan setiap orang untuk
berkonsentrasi tidak sama. Ada yang mampu berkonsentrasi hanya pada satu objek
pada suatu saat, ada yang mampu berkonsentrasi kepada beberapa objek pada suatu
saat, ada yang mampu berkonsentrasi dalam waktu singkat dan ada juga yang mampu
berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Yang terakhir itulah yang menjadi pilihan
terbaik untuk seorang calon pemain.
Salah seorang teoritisi drama terkenal
dunia: Richard Boleslavski dalam bukunya yang berjudul Acting: The six first
lessons mengatakan bahwa, "Pemusatan perhatian atau konsentrasi adalah
kesanggupan yang mengizinkan kita untuk mengarahkan semua kekuatan rohani dan pikiran
ke arah satu sasaran yang jelas dan melanjutkannya terus menerus selama kita
kehendaki, kadang-kadang untuk suatu jangka waktu yang lama daripada yang dapat
kita pikul oleh kekuatan jasmani kita."
MODAL KEEMPAT: IMAJINASI
Bermain adalah sebuah seni, maka proses
kreatifnya dimulai dan berangkat dari imajinasi. Oleh karena dengan
imajinasilah seorang (calon) pemain dapat memasukkan jiwa, raga dan pikirannya
ke dalam peran/watak tokoh yang dihadirkan di atas pentas/panggung.
Naskah drama (berikut dengan peran-perannya)
adalah hasil imajinasi dari si pengarang. Seorang (calon) pemain drama harus
dapat menggunakan imajinasinya untuk membuat naskah atau peran/tokoh/watak yang
mati untuk dihadirkan di atas pentas/panggung menjadi hidup dan berkembang
(menjadi sebuah realitas drama).
Seorang pengarang (naskah) drama tidak
pernah menjelaskan "maksud sebenarnya" dari sebuah ucapan, adegan,
pikiran, perasaan, konflik batin sampai dengan klimaks. Semuanya terbungkus
dalam jalinan kata-kata. Untuk hal ini imajinasi memegang peranan yang penting
dalam mengantar pemain untuk menafsirkan, memahami, menghayati, memasuki,
bersimpati dan merasakan emosi-emosi peran/tokoh/watak (berikut dengan
lingkungannya) yang dihadirkan oleh seorang (calon) pemain di atas
panggung/pentas.
Supaya (calon) pemain dapat lebih
mendekatkan diri kepada peran/watak /tokoh yang dimainkannnya, ia harus menjadi
peserta aktif dalam apa yang diimajinasikannya.
MODAL KELIMA: DAYA PENGAMATAN ATAU
OBSERVASI
Pengamatan atau observasi terhadap
peran/tokoh/ watak yang dimainkan seharusnya dilakukan oleh seorang (calon)
pemain.
Mengapa?
Dengan observasi , seorang (calon) pemain
dapat lebih mengenal kehidupan manusia disekitarnya beserta dengan
problema-problema yang ada dan dapat menampilkannya di atas pentas sesuai
dengan peran/tokoh/watak dalam naskah yang dimainkannya. Sumber observasi ada
dimana-mana. Di segala tempat dan waktu dia ada. Tinggal bagaimana seorang
(calon) pemain melakukan pengamatan atau berobservasi, semakin kayalah dia akan
pengetahuan tentang kehidupan dan manusia beserta dengan problem-problemnya
yang ada. Ini amat bermanfaat karena tersimpan dalam memori (ingatan)-nya.
MODAL KEENAM: EMOSI
Emosi adalah satu hal yang membuat sebuah
peran/tokoh/watak yang mati dalam naskah menjadi hidup di atas pentas. Seorang
pemain drama harus memiliki kepekaan emosi yang dikarenakan oleh beberapa sebab
atau faktor, seperti: pembawaan sejak lahir, lingkungan di mana ia hidup,
kedudukan, dan jarang atau tidak pernah dilatih emosinya karena kurang kesempatan.
Oleh karenanya, amat penting bagi seorang (calon) pemain menyadari sendiri
kepekaan emosi mereka dan memiliki banyak kekayaan batin (emosi).
Ada baiknya seorang (calon) pemain dapat
dengan cepat membangkitkan emosi dengan cepat dan dapat mengendalikannya agar
sesuai dengan takaran yang dibutuhkan dalam memainkan suatu peran/tokoh/watak.
Memang penonton tidak tahu apa yang
dirasakan oleh seorang (calon) pemain terhadap peran/tokoh /watak yang
dimainkan di atas pentas. Penonton hanya tahu apa yang dilakukan dan dikatakan
oleh seorang (calon) pemain tentang peran/tokoh/watak yang dimainkan. Tugas
seorang (calon) pemainlah untuk menjadikan penonton tahu apa yang dirasakan,
dipikirkan, dan dilakukannya di atas panggung.
Pengalaman selama ini menunjukkan ketidakmampuan
(calon) pemain dalam mengekspresikan dan mengutarakan emosinya di atas panggung
dikarenakan kurang terlatihnya tubuh dan suara. Namun, yang sering terjadi
adalah pengutaraan dan peng-ekspresi-an emosi-emosi cenderung dibuat-buat,
klise dan tiruan.
Seorang (calon) pemain dalam beracting
harus mendapat dorongan emosi yang timbul dari motivasi peran/tokoh/watak yang
dimainkan dari dalam (linear -- action). Bukan dengan teknik-teknik tubuh dan
suara yang akan menyebabkan acting menjadi mekanis (external-action).
Bermain drama lebih diarahkan kepada
kebenaran dan kejujuran. Artinya seorang (calon) pemain dalam bermain di atas
pentas dapat merasa, berpikir dan bersikap sesuai dengan peran/tokoh/wataknya.
Apabila (calon) pemain sudah bermain
"dari dalam" (linear action), maka dalam mengutarakan dan
mengekspresikannya diperlukan takaran yang sesuai, jangan sampai berlebihan,
karena bisa mengurangi intensitas yang hendak dicapai (oleh pe-ngarang dan
sutradara) dalam suatu adegan.
MODAL KETUJUH: PIKIRAN
Kecerdasan untuk dapat menangkap dan
menafsirkan kata-kata dalam naskah serta untuk menganalisa peran/tokoh/watak
amat dibutuhkan seorang(calon) pemain.
Tetapi tingkat kecerdasan setiap orang
berbeda. Bagi yang merasa dirinya kurang, seorang (calon) pemain harus lebih
mawas diri. Dia harus segera menutup kekurangannya itu dengan banyak membaca
buku, mendengarkan pikiran-pikiran baru, bergaul dengan orang-orang yang pintar
dan cerdas dalam bidangnya, sering berdiskusi, bertukar pikiran, banyak
menyaksikan pementasan-pementasan drama dan memberikan ulasan serta kritik
(berikut argumentasinya) terhadap apa yang disaksikannya.
PENUTUP
Ketujuh modal bukan barang jadi. Mereka
harus diolah dan digarap untuk menghasilkan suatu karya yang gemilang. Tidak
ada metoda atau cara lain untuk itu, kecuali berlatih dan berlatih. Untuk
berlatih diperlukan kemauan yang keras, disiplin besi dan rasa percaya diri.
Memiliki bakat saja tidak cukup. Anggapan
bahwa bakat bisa melicinkan jalan tidak selalu benar. Masih banyak faktor lain
yang perlu mendapat perhatian (dengan latihan untuk penggarapan) guna menunjang
bakat tersebut.
Seperti bidang dan pekerjaan lain, bermain
drama tidak akan menghasilkan apa-apa (material apalagi kepuasan batin) tanpa
pengorbanan dan kesetiaan dari para pelaku-pelakunya.
Oleh: Tony "Qentier" Tanuwijaya,
Mahasiswa S-1 JurusanTeater IKJ dan pembina Ekstra kurikuler Drama SLTPK VII
dan SMUK I.
Print
No comments:
Post a Comment