Angela McRobbie (1995) mengatakan bahwa tampaknya selama ini remaja
perempuan hanya bisa ditemukan dalam catatan kaki atau sebagai referensi
tambahan saja. Suatu kategori di antara 'remaja' dan 'bisnis-bisnis lainnya'. Remaja
perempuan tampaknya tidak benar-benar berada di sana . Pernyataan McRobbie ini mewakili kritik
kaum feminis terhadap analisis-analisis subkultur yang selama ini ada. Analisis
subkultur dianggap tidak memberi perhatian dan tempat yang layak kepada remaja
perempuan.
Bill Osgerby (1998) mencatat bahwa masa sebelum Perang Dunia II,
pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, kategori 'youth' dan 'adolescent' secara
umum mempunyai konotasi dan imej laki-laki. Pada masa ini, remaja perempuan
cenderung digolongkan sebagai kelompok yang 'classless' dan disembunyikan dari
sejarah. Tapi pada masa setelah Perang Dunia II, 'teenager' bermakna remaja
perempuan dan remaja laki-laki. Skala perubahan remaja perempuan pada kedua
masa ini tentunya membutuhkan area peliputan yang lebih luas.
Di Indonesia sendiri, terlebih dulu kita mengenal remaja perempuan
sebagai kelompok remaja yang ikut berpartisipasi membantu perjuangan merebut
kemerdekaan. Mereka ikut membantu merawat para prajurit laki-laki yang terluka,
atau membantu memasak keperluan logistik para prajurit di dapur umum. Gambaran
remaja perempuan berpakaian putih-putih dengan simbol palang merah di lengan,
yang sedang berjongkok membalut luka prajurit, sangat sering kita jumpai dalam
drama-drama di panggung peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia, juga
dalam foto-foto atau gambar di buku-buku sejarah.
McRobbie kemudian mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan pokok yang
bisa dijadikan panduan atau penuntun dalam melakukan penelitian terhadap
subkultur remaja perempuan, yaitu: 1) apakah mereka 'hadir', namun 'tidak
nampak'?, 2) jika mereka memang hadir/eksis, apakah peranan mereka lebih
marjinal daripada laki-laki, atau apakah mereka memainkan peran yang berbeda?,
3) apakah posisi remaja perempuan menunjukkan pilihan subkultural, atau apakah
peranan mereka merefleksikan subordinasi umum perempuan?, 4) apakah ada
cara-cara berbeda dan khusus yang dijalankan remaja perempuan dalam
mengorganisir hidupnya?
Remaja perempuan sebenarnya eksis dan hadir dalam kehidupan subkultur.
Kita bisa menemukan remaja perempuan dalam kerumunan penonton konser musik
rock, kita juga bisa menemukan remaja-remaja perempuan ikut bergabung dalam
kelompok-kelompok punk di jalan-jalan. Tetapi seringkali keterlibatan perempuan
dalam subkultur dikaitkan dengan kemerosotan moral dan degradasi personal.
Media massa
juga kerap memandang remaja perempuan dalam kelompok ini sebagai sesuatu yang
sensasional semata.
Fakta lain menunjukkan bahwa jika remaja perempuan dan laki-laki
sama-sama tergabung dalam kelas pekerja, gaji yang diterima kadang-kadang tidak
sama. Atau meskipun penghasilan mereka sama, gaya konsumsi remaja perempuan dan remaja
laki-laki pasti akan berbeda karena aktivitas bersenang-senang yang mereka
lakukan juga berbeda. Atau mungkin aktivitas bersenang-senang yang dilakukan
remaja laki-laki dan remaja perempuan jaman sekarang tidak terlalu menunjukkan
perbedaan yang menyolok. Kita akan dengan mudah menemukan remaja perempuan sama
banyaknya dengan remaja laki-laki dalam kafe atau music club. Tapi tetap saja
remaja perempuan harus 'berhati-hati supaya tidak mendapat bahaya' di
tempat-tempat seperti itu. Bahaya ini biasanya berupa serangan seksual dari
remaja laki-laki atau laki-laki dari kelompok umur yang lebih tua. Sikap
khawatir, ketakutan, dan hati-hati terhadap bahaya-bahaya ini biasanya didukung
oleh para orang tua. Tidak heran jika remaja-remaja perempuan diharapkan untuk
lebih banyak berada di dalam rumah atau dalam kamar. Intinya, mereka didukung
untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih berpusat dalam rumah. Rumah
teman-teman perempuan dan kamar tidur akhirnya menjadi situs-situs kunci remaja
perempuan.
Perkembangan dalam dunia konsumerisme kemudian menunjukkan
dimulainya boom berbagai macam produk yang khusus ditujukan untuk pasar remaja
perempuan, mulai dari kosmetik, pakaian, dan berbagai macam pernik-perniknya.
Hal-hal itu biasanya dipakai di rumah. Rumah teman dan kamar tidur kembali
menemukan tempatnya. Jadi bisa dikatakan, remaja perempuan berpartisipasi dalam
perkembangan dunia di luarnya, dan mereka mengkonsumsi itu semua di rumah,
dalam tempat tidur mereka.
Remaja perempuan juga cenderung tidak dicurigai jika mempunyai
teman-teman dekat perempuan. Maka tidak heran jika sejak jaman dulu sampai
sekarang, pemandangan seorang remaja perempuan yang berada di tengah kerumunan
kecil kelompok/gang perempuannya selalu dengan mudah bisa kita temui. Kehidupan
kelompok remaja perempuan dipopulerkan kembali oleh Cinta, Maura, Milly, Alya
dan Karmen dalam film Ada Apa Dengan Cinta. Para
remaja perempuan biasanya memperoleh eksklusivitas sosial, ruang-ruang privat
dan tidak bisa diakses, ruang-ruang khusus yang berjarak dan, untuk sementara,
bebas dari tekanan orang tua, guru-guru di sekolah, juga teman-teman laki-laki.
Kehadiran majalah-majalah remaja perempuan juga harus diperhitungkan
jika kita ingin membuat analisa terhadap para remaja perempuan ini. Mulai
1980-an akhir dan 1990-an, muncul kelompok-kelompok band laki-laki yang
ditampilkan dengan daya tarik seksual yang lebih menonjol. Maskulinitas mulai
ditampilkan sebagai objek sama menarik dan menggairahkannya dengan feminitas.
Dan majalah-majalah remaja perempuan yang hadir di sini ikut mendukung dengan
memberikan liputan dan perhatian yang besar kepada mereka, sehingga bisa dikatakan
posisi remaja perempuan sekarang jadi terbalik. Mereka yang biasanya berposisi
sebagai objek,
Print
No comments:
Post a Comment