Friday, May 3, 2013

BELAJAR UNTUK TIDAK JADI ORANG BODOH

print this page Print
Oleh: Drs Lukman S Sriamin *

Masih terngiang kata-kata yang sering diucapkan Pak Slamet Iman Santoso, psikolog pertama di Indonesia, yang menyatakan, aja dadi wong bodo karena nanti akan diapusi wong pinter. (Jangan jadi orang bodoh, karena nanti akan dibohongi orang pintar). Ringkas kata-kata yang disampaikan dan hampir pada setiap kesempatan saat beliau memberikan kuliah atau berbicara di hadapan orang banyak, hal itu akan diungkapkannya.

Dari sekian banyak murid-murid beliau, terutama yang pernah jadi pejabat di pemerintah, entah ada berapa orang yang masih mau meneruskan apa yang dipesankan Pak Slamet itu.

Memang kalau kita pikir lebih jauh, jadi orang bodoh memang akan banyak dimanipulasi orang pintar, dan untuk menjadi orang pintar tidak perlu harus jadi orang kaya terlebih dulu sebab banyak juga orang kaya yang sebenarnya bodoh.

Andai mau kaya dahulu baru pintar, mungkin umur kita tidak cukup mencapai hal itu; apakah tidak sebaiknya kita, apa pun status sosial kita saat ini, berusahalah jadi orang pintar. Jangan mau jadi orang bodoh. Pakai akal, jangan pakai otot terus-terusan atau mudah diprovokasi untuk keuntungan sekelompok/segelintir orang yang akan bahagia kalau dunia sekelilingnya tidak tenteram, tidak gemah ripah loh jinawi, tidak damai, apalagi sejahtera.

Kunci tunggalnya adalah belajar, belajar untuk menjadi lebih pintar. Jangan mengharapkan ikan semata-mata, tetapi carilah kail untuk mendapatkan ikan lebih banyak.

Menurut Gordon Dryden dan Dr Jeannette Vos, terdapat beberapa langkah mudah menuju proses belajar yang lebih baik, yang dapat dilakukan siapa saja, yaitu sebagai berikut.


1. Ambil Pelajaran dari Dunia Olahraga
Para olahragawan rata-rata memiliki mimpi yang sepertinya mustahil untuk dicapai. Bagaimana dapat menempuh lari 100 meter di bawah 8 detik, bagaimana memecahkan rekor golf dengan nilai dari 100 ke 90 atau ke 80. Untuk mencapai hal seperti itu, satukanlah kekuatan yang ada: pikiran, tubuh, dan tindakan. Olahraga adalah kegiatan nyata. Tidak dapat dicapai atau melahirkan sesuatu hanya dengan membaca saja atau melihat.

Kita tidak dapat menjadi pengemudi hanya dengan membaca buku, tetapi kita harus benar-benar duduk di balik kemudi dan melakukan sebagaimana yang diajarkan dari buku dan tentu saja seorang pelatih yang kita percaya.

2. Berani Bermimpi
Apakah sebenarnya yang tidak mungkin di dunia ini kalau kita yakini betul-betul dan kita gunakan logika pikir kita? Semua pasti dapat dilakukan dan dicapai, bermimpilah bahwa sesuatu yang kita yakini akan menjadi kenyataan. Mau jadi apa sih kita?

Pengemudi metromini yang profesional? Menjadi panutan yang dapat membawa perbaikan hidup masyarakat sekitar? Menjadi pedagang kaki lima yang tahu aturan? Menjadi petugas tramtib yang profesional? Mau menjadi polisi atau tentara yang profesionalkah? Terimalah suatu tantangan besar: berani membayangkan apa yang ingin kita raih.

3. Tentukan Tujuan Secara Spesifik/Khusus, Realistis, dan Tentukan Batas Waktunya.
Awalnya tanyakan pada diri sendiri, apa sih yang saya maui? Mengapa hal itu saya maui dan bagaimana saya dapat mempelajarinya? Apa saja yang perlu saya ketahui dan kuasai agar hal itu dapat dicapai? Kita akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila memiliki tujuan tertentu. Jika sudah kita lakukan, bagi-bagilah tujuan tersebut menjadi langkah-langkah kecil yang mudah untuk dilakukan. Yang juga penting, tentukanlah tenggat waktu yang realistis untuk setiap langkah sehingga kita dapat memprediksi keberhasilan kita.

4. Dapatkan Segera Pemandu yang Antusias
Apa yang kita pelajari sesungguhnya bukan hal yang baru dan banyak juga orang lain yang juga sudah berusaha melakukannya. Kita tidak mungkin mendapatkan sesuatu tanpa orang lain, kita perlu orang lain untuk kita mintai pendapat atau nasihatnya. Akan jauh lebih baik lagi kalau kita dan dia bisa bertukar keterampilan, saling mengisi.

5. Peroleh Gambaran yang Menyeluruh
Tanya dan temukan gambaran besar sesuatu sebelum mempelajari yang kecil-kecil. Ingat puzzle? Berapa pun potongan yang harus kita susun, akan lebih mudah kalau kita melihat terlebih dulu gambaran keseluruhan yang terdapat di kemasannya. Bayangkan, kalau kita harus menyusun dari lebih 10.000 potong tanpa tahu gambaran keseluruhannya. Mungkin juga tidak akan ada yang mau membeli puzzle tersebut bilamana tidak dijumpai gambaran keseluruhannya dalam kemasannya.

6. Banyak dan Beranilah Bertanya
Jangan pernah takut bertanya karena tanpa kita bertanya, apa yang kita pikir belum tentu sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara. Kesalahpahaman sering muncul karena kita tidak mengajukan pertanyaan. Jadikanlah bertanya menjadi salah satu bagian dari hidup kita.

Contohlah pencari berita untuk majalah, koran, radio, TV. Mereka mendapatkan berita karena banyak bertanya dengan menghubungi sumbernya. Mengapa hal yang sama tidak kita lakukan untuk mendapatkan sesuatu jawaban atas hal yang kita tanya?

7. Banyaklah Membaca
Membaca hampir seiring seirama dengan bertanya. Berbahagialah mereka yang dapat membaca, bahkan orang buta pun berkeras untuk dapat membaca dengan mempelajari huruf Braille agar mereka dapat membaca dan mengetahui perkembangan pengetahuan yang terjadi di sekitar mereka.

Sayang sekali kalau kita-kita sebagai orang yang melek huruf, melek mata, akan tetapi tidak pernah mau membaca, padahal di sekitar kita bertebaran aneka ragam bahan bacaan.

Cari bahan bacaan yang menambah pengetahuan dan menambah wawasan pikir kita. Paling tidak, hal itu dapat kita peroleh dengan membaca koran yang lebih banyak mengabarkan pemberitaan yang berkualitas daripada yang hanya mengembus-embuskan berita yang hanya tertuju pada lakunya penjualan koran tersebut.

Kalau memiliki cukup dana, cobalah membaca buku yang bermutu. Tidak perlu harus buku baru, buku bekas pun masih banyak manfaatnya atau jadilah anggota perpustakaan yang ada di wilayah sekitar kita.

8. Belajar Melalui Praktek
Belajar biasanya tidak efektif jika memisahkan antara teori dan praktek. Kalau kita belajar bahasa asing, cobalah menggambarkan materi yang sedang kita pelajari. Kalau kita belajar membuat nasi goreng, lakukanlah dengan membuat nasi goreng.

Kalau belajar naik sepeda, cari sepeda dan praktekkan naik sepeda. Belajar menggunakan komputer, ya duduklah di depan komputer dan praktekkan apa yang kita pelajari.

9. Berlatih, Berlatih, dan Berlatihlah
Berhasil naik sepedanya? Berhasil menggunakan komputer? Berhasil belajar membuat nasi gorengnya? Bayi dapat berjalan lancar lalu lari cepat, asalnya juga dari berlatih dan berlatih.

Olahragawan bisa mendapatkan medali mengungguli lawan-lawannya juga hasil dari berlatih dan berlatih. Kita berhasil menahan emosi kita, juga berkat latihan-latihan yang kita lakukan. Kita bisa karena biasa.

10. Tinjau Ulang dan Renungkan
Pernah gagal? Pernah tidak berhasil? Itu bagian dari hidup, jadi tak perlu khawatir. Khawatirlah kalau ternyata tidak ada usaha untuk memperbaikinya, lalu menyerah. Kegagalan adalah cambuk untuk maju.

Lakukanlah introspeksi, renungkan apa saja yang telah kita lakukan. Minta pendapat dari orang lain yang kita pikir dapat kita mintai nasihat; baik secara kawan maupun secara profesional.

11. Nikmati Berbagai Permainan
Belajar akan terasa nikmatnya kalau kita melakukannya dengan gembira. Coba saja saat kita sedang cemberut, sedang gundah gulana berlinang air mata, lantas belajar memasak nasi goreng, misalnya. Bandingkan kita belajar hal yang sama, tetapi dalam kondisi yang menyenangkan, gembira, dan ceria.

Manakah yang paling memberikan hasil yang prima? Cobalah juga belajar sesuatu dengan cara seperti mengikuti kuis Tak Tik Boom atau Siapa Berani.

12. Ajarilah Orang Lain
Bagian dari berlatih bisa juga dilakukan dengan menularkan apa saja yang telah kita peroleh kepada orang lain. Apalagi pada masa seperti sekarang ini, ketika kita mesti berlomba dengan waktu untuk membantu memberdayakan setiap orang yang ada di sekitar kita. Terlebih karena kita sudah di ambang pintu berlakunya AFTA tahun 2003, yang berarti tinggal 11 (sebelas !!!) bulan lagi.

Nanti kita akan jumpai antara lain seluruh pelajar ASEAN bisa belajar di berbagai universitas di kelima negara ASEAN dan memilih sekehendak hati mereka, sulitnya lapangan pekerjaan bagi para sarjana baru yang tidak memiliki kualifikasi yang cukup karena mereka harus bersaing dengan sarjana-sarjana dari negara ASEAN lainnya.

Lapangan pekerjaan yang melimpah ruah bagi orang-orang yang memiliki kualifikasi dan kemampuan kerja tinggi, mampu berkomunikasi secara internasional, dan mempunyai wawasan luas, munculnya pasar ASEAN yang luas untuk profesional-profesional, teknisi-teknisi dan pekerja-pekerja yang terampil yang datangnya dari negara-negara ASEAN, banjir tenaga kerja Malaysia di Indonesia, terutama untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan bahasa Inggris dan keterampilan khusus.

Lingkungan pekerjaan berbahasa Inggris akan lebih dominan dibanding dengan berbahasa Indonesia, kematian bagi orang-orang yang buta komputer atau buta berbahasa Inggris. Kematian dalam arti tidak bisa berkembang. Saat itu buta komputer hampir identik dengan buta huruf.

Jadi, kalau kita punya sesuatu yang kita bisa share ke orang lain, mengapa tidak kita lakukan sekarang saja? Kalau kita membuat orang lain pintar, tidak perlu khawatir kita akan menjadi bodoh karena kalau orang lain pintar, kita dapat belajar lebih banyak lagi.

Sisanya berpulang kembali kepada diri masing-masing, apakah memang mau tetap bodoh atau mau jadi pintar? Mau terus dibohongi orang pintar atau tidak? Awal tahun 1970, banyak guru kita yang tergolong bermutu hijrah ke negeri jiran. Hasilnya boleh dikatakan fantastis karena hasil didikan mereka jauh lebih maju dari hasil didikan yang ada di negeri kita ini.

Negara merasakan hasilnya; mereka bahkan mungkin sebentar lagi akan datang ke mari untuk mengajari kita bagaimana menjadi orang pintar. Dalam dunia ajar-mengajar, kita jelas sangat tertinggal jauh. Apalagi sepertinya kita sekarang ini lebih suka bertengkar daripada bergandeng tangan, bahu-membahu mengatasi segala kesulitan. Pesan Pak Slamet Iman Santoso mungkin akan hilang sirna terbawa angin lalu.

(Sumber dari Gordon Dryden dan Dr Jeannette Vos, "The Learning Revolution," June 2001)

* Penulis psikolog (Suara Pembaruan 270102)

No comments:

Post a Comment