RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ………. TAHUN ……….
T E N T A N G
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ………. TAHUN ……….
T E N T A N G
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa Undang-Undang Dasar 1945 memberikan amanat untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional;
b.
bahwa bangsa Indonesia perlu mewujudkan visi dan misi pendidikan nasional untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia, agar berkembang menjadi manusia
yang berkualitas;
c.
bahwa sistem pendidikan nasional selalu menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu
dilakukan pembaharuan secara terencana, terarah dan berkesinambungan agar dapat
ditingkatkan kinerjanya dalam pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan
mutu, relevansi, dan efisiensi manajemen pendidikan;
d.
bahwa Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak
memadai lagi dan perlu diganti serta disesuaikan dengan prinsip demokratisasi
pendidikan;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d,
perlu membentuk Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional;
Mengingat:
1.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
Dengan
persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.
DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak dan budi mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Pendidikan nasional
adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang
bersumber pada ajaran agama, keanekaragaman budaya masyarakat Indonesia, serta
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
3. Sistem pendidikan
nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4. Jalur pendidikan adalah
wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya dalam
suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
5. Jenjang pendidikan adalah
tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta
didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
6. Jenis pendidikan adalah
kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan
pendidikan.
7. Satuan pendidikan adalah
kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal, pendidikan
nonformal, dan pendidikan informal.
8. Pendidikan formal adalah
jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang, terdiri dari pendidikan
pradasar, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
9. Pendidikan nonformal
adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang.
10.
Pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
11.
Peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.
12.
Tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang memiliki kepedulian dan kemampuan
serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
13.
Pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
14.
Pendidikan
jarak jauh adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan berbagai
media pembelajaran jarak jauh termasuk pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi.
15.
Standar
nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Republik Indonesia.
16.
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai kompetensi tertentu.
17.
Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar di
suatu lingkungan belajar.
18.
Evaluasi
pendidikan adalah suatu kegiatan dalam rangka kendali dan jaminan mutu pada
setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan.
19.
Akreditasi
adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan satuan pendidikan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan.
20.
Sumber
daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan
pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana dan
prasarana, serta karakteristik masing-masing.
21.
Dewan
Pendidikan adalah lembaga yang berfungsi memberikan pertimbangan untuk
memberdayakan dan menjamin kualitas pendidikan di tingkat pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota.
22.
Komite
Sekolah/Madrasah adalah lembaga yang berfungsi memberikan pertimbangan tentang
manajemen sekolah/madrasah.
23.
Warga
negara adalah warga negara Indonesia, baik yang tinggal di wilayah Republik
Indonesia maupun di luar wilayah Republik Indonesia.
24.
Masyarakat
adalah kelompok warga negara Indonesia non-Pemerintah yang mempunyai perhatian
dan peranan dalam bidang pendidikan.
25.
Pemerintah
adalah Pemerintah Pusat.
26.
Pemerintah
Daerah adalah Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.
27.
Menteri
adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
BAB II
DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
DASAR, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan
serta martabat dan watak manusia Indonesia di tengah masyarakat dunia sesuai
dengan tujuan nasional.
Pasal 4
Pendidikan
nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi
mulia, sehat, berilmu, kompeten, terampil, kreatif, mandiri, estetis,
demokratis, dan bertanggung jawab serta memiliki rasa kemasyarakatan dan
kebangsaan.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 5
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 5
(1)
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan tidak diskriminatif dengan
menjunjung hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan pluralitas
bangsa.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan berdasarkan prinsip keteladanan, motivasi, dan pemberdayaan dalam proses pembelajarannya.
(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca bagi segenap warga masyarakat.
(6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan berdasarkan prinsip keteladanan, motivasi, dan pemberdayaan dalam proses pembelajarannya.
(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca bagi segenap warga masyarakat.
(6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 6
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA, MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Pasal 6
(1)
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan/atau hambatan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) Warga negara di daerah terpencil dan terbelakang serta suku terasing berhak memperoleh pendidikan khusus.
(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan/atau hambatan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) Warga negara di daerah terpencil dan terbelakang serta suku terasing berhak memperoleh pendidikan khusus.
(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1)
Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib
mengikuti pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mendukung keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Masyarakat
(2) Setiap warga negara wajib mendukung keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 8
Masyarakat
berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi
program pendidikan.
Pasal 9
Masyarakat
berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Pemerintah
Pasal 10
Hak dan Kewajiban Pemerintah
Pasal 10
Pemerintah
dan Pemerintah Daerah berhak mengatur, memberi, dan mencabut izin, serta
mengawasi penyelenggaraan pendidikan, sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
Pasal 11
(1)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberi pelayanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara
tanpa diskriminasi.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara Indonesia yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
BAB V
PESERTA DIDIK
Pasal 12
PESERTA DIDIK
Pasal 12
(1)
Setiap peserta didik pada satuan pendidikan merupakan subjek dalam proses
pendidikan yang berhak:
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang sejajar; dan
d. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak melampaui ketentuan batas waktu studi maksimal.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan; dan
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. mendapat pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang sejajar; dan
d. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak melampaui ketentuan batas waktu studi maksimal.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban:
a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan; dan
b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13
Warga
negara Indonesia yang berada di luar negeri dapat menjadi peserta didik dalam
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Perwakilan Republik Indonesia di
negara yang bersangkutan dengan menggunakan ketentuan yang sama dengan satuan
pendidikan sejenis di wilayah Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan
undang-undang ini.
Pasal 14
(1)
Warga negara asing dapat menjadi peserta didik dalam satuan pendidikan yang
diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
JALUR, JENJANG, DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 15
(1)
Jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan
pendidikan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Pendidikan keluarga merupakan bagian penting dalam keberhasilan pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
(3) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau jarak jauh.
(2) Pendidikan keluarga merupakan bagian penting dalam keberhasilan pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
(3) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau jarak jauh.
Pasal 16
Jenjang
pendidikan formal terdiri dari pendidikan pradasar, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pasal 17
Jenis
pendidikan mencakup pendidikan umum, profesi, keagamaan, dan khusus.
Pasal 18
(1)
Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau
masyarakat yang pendiriannya memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendidikan Pradasar
Pasal 19
Pendidikan Pradasar
Pasal 19
(1)
Pendidikan pradasar diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan pradasar bertujuan mengembangkan kepribadian dan potensi diri, sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
(3) Pendidikan pradasar berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA), atau yang sederajat.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendidikan pradasar bertujuan mengembangkan kepribadian dan potensi diri, sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
(3) Pendidikan pradasar berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA), atau yang sederajat.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pendidikan Dasar
Pasal 20
Pendidikan Dasar
Pasal 20
(1)
Pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak dan budi mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD), madrasah ibtidaiyah (MI), atau yang sederajat, yang berlangsung selama enam tahun dan terdiri dari enam tingkatan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD), madrasah ibtidaiyah (MI), atau yang sederajat, yang berlangsung selama enam tahun dan terdiri dari enam tingkatan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pendidikan Menengah
Pasal 21
Pendidikan Menengah
Pasal 21
Pendidikan
menengah merupakan pendidikan lanjutan dari pendidikan dasar yang terdiri dari
pendidikan menengah pertama dan pendidikan menengah atas.
Pasal 22
(1)
Pendidikan menengah pertama bertujuan untuk mengembangkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak dan budi mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(2) Pendidikan menengah pertama berbentuk sekolah menengah pertama (SMP), madrasah tsanawiyah (MTs), atau yang sederajat.
(3) Sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) berlangsung selama tiga tahun dan terdiri dari tiga tingkatan.
(2) Pendidikan menengah pertama berbentuk sekolah menengah pertama (SMP), madrasah tsanawiyah (MTs), atau yang sederajat.
(3) Sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) berlangsung selama tiga tahun dan terdiri dari tiga tingkatan.
Pasal 23
Pendidikan
menengah atas terdiri dari pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah
kejuruan.
Pasal 24
(1)
Pendidikan menengah umum bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak dan budi mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(2) Pendidikan menengah umum berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), atau yang sederajat.
(3) Sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), atau yang sederajat berlangsung selama tiga tahun terdiri dari tiga tingkatan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendidikan menengah umum berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), atau yang sederajat.
(3) Sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), atau yang sederajat berlangsung selama tiga tahun terdiri dari tiga tingkatan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
(1)
Pendidikan menengah kejuruan bertujuan meningkatkan keterampilan, kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, serta akhlak dan budi mulia untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
(2) Pendidikan menengah kejuruan berbentuk sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau yang sederajat.
(3) Sekolah menengah kejuruan (SMK), madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau yang sederajat berlangsung minimal selama tiga tahun dan terdiri dari minimal tiga tingkatan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendidikan menengah kejuruan berbentuk sekolah menengah kejuruan (SMK) dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau yang sederajat.
(3) Sekolah menengah kejuruan (SMK), madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau yang sederajat berlangsung minimal selama tiga tahun dan terdiri dari minimal tiga tingkatan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Pendidikan Tinggi
Pasal 26
Pendidikan Tinggi
Pasal 26
(1)
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah jenjang pendidikan
menengah atas yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal oleh lembaga
yang disebut dengan perguruan tinggi.
(2) Pendidikan tinggi bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak dan berbudi mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk dapat menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
(3) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
(2) Pendidikan tinggi bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak dan berbudi mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk dapat menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
(3) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 27
(1)
Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut,
atau universitas.
(2) Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik dan profesi.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik dan profesi.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
(1)
Perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian dan dinyatakan berhak
menyelenggarakan program pendidikan tertentu dapat mengeluarkan gelar akademik
dan profesi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakannya.
(2) Penyelenggara atau lembaga pendidikan yang bukan perguruan tinggi, perseorangan atau kelompok, dilarang memberikan gelar akademik dan profesi.
(3) Gelar akademik dan profesi hanya digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki gelar yang bersangkutan.
(4) Penggunaan gelar lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
(5) Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.
(6) Gelar yang dikeluarkan oleh penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak sah.
(2) Penyelenggara atau lembaga pendidikan yang bukan perguruan tinggi, perseorangan atau kelompok, dilarang memberikan gelar akademik dan profesi.
(3) Gelar akademik dan profesi hanya digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki gelar yang bersangkutan.
(4) Penggunaan gelar lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
(5) Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.
(6) Gelar yang dikeluarkan oleh penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak sah.
Pasal 29
Universitas,
institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan
gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) yang sesuai kepada setiap
individu yang layak memperoleh penghargaan yang tinggi berkenaan dengan
jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.
Pasal 30
(1)
Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau
profesor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Gelar guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama penyandang gelar itu bekerja dalam jabatan fungsionalnya di perguruan tinggi.
(2) Gelar guru besar atau profesor hanya dipergunakan selama penyandang gelar itu bekerja dalam jabatan fungsionalnya di perguruan tinggi.
Pasal 31
(1)
Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, perguruan
tinggi memiliki otonomi keilmuan.
(2) Dosen dan mahasiswa memiliki kebebasan akademik.
(3) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(4) Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat dan pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dosen dan mahasiswa memiliki kebebasan akademik.
(3) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(4) Perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat dan pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1)
Setiap penyelenggara pendidikan tinggi dapat mewajibkan peserta didiknya untuk
menyusun skripsi/tesis/disertasi sesuai dengan tingkatannya, sebagai salah satu
syarat kelulusan.
(2) Peserta didik dilarang menjiplak, baik secara utuh maupun sebagian dari skripsi/tesis/disertasi orang lain.
(3) Lulusan yang skripsi/tesis/disertasinya merupakan jiplakan dicabut haknya sebagai pemegang gelar akademik.
(2) Peserta didik dilarang menjiplak, baik secara utuh maupun sebagian dari skripsi/tesis/disertasi orang lain.
(3) Lulusan yang skripsi/tesis/disertasinya merupakan jiplakan dicabut haknya sebagai pemegang gelar akademik.
Bagian Keenam
Pendidikan Nonformal
Pasal 33
Pendidikan Nonformal
Pasal 33
(1)
Pendidikan nonformal memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat di
luar jalur pendidikan formal.
(2) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan masyarakat dan pelatihan kerja; pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan orang dewasa, dan pendidikan pemberdayaan perempuan; pendidikan buta aksara, dan pendidikan kesetaraan; serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(3) Satuan pendidikan nonformal terdiri dari lembaga pelatihan dan kursus; kelompok belajar dan majelis taklim; kelompok bermain dan tempat penitipan anak; serta satuan pendidikan yang sejenis.
(4) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan masyarakat dan pelatihan kerja; pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan orang dewasa, dan pendidikan pemberdayaan perempuan; pendidikan buta aksara, dan pendidikan kesetaraan; serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
(3) Satuan pendidikan nonformal terdiri dari lembaga pelatihan dan kursus; kelompok belajar dan majelis taklim; kelompok bermain dan tempat penitipan anak; serta satuan pendidikan yang sejenis.
(4) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Informal
Pasal 34
Pendidikan Informal
Pasal 34
Kegiatan
pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Kedinasan
Bagian Kedelapan
Pendidikan Kedinasan
Pasal 35
(1)
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai atau calon pegawai
suatu departemen atau lembaga pemerintah non-departemen.
(2) Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan
Pendidikan Keagamaan
Pasal 36
Pendidikan Keagamaan
Pasal 36
(1)
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok
masyarakat dari agama yang diakui oleh negara.
(2) Pendidikan keagamaan bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai keagamaan.
(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendidikan keagamaan bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai keagamaan.
(3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesepuluh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 37
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 37
(1)
Pendidikan jarak jauh bertujuan memberikan layanan pendidikan kepada kelompok
masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau
reguler.
(2) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
BAHASA PENGANTAR
BAHASA PENGANTAR
Pasal 38
Bahasa
pengantar dalam pendidikan nasional adalah bahasa Indonesia.
Pasal 39
(1)
Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal
pendidikan, apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau
keterampilan tertentu.
(2) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
(2) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
BAB VIII
WAJIB BELAJAR
Pasal 40
WAJIB BELAJAR
Pasal 40
(1)
Pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal sampai tamat
pendidikan menengah pertama.
(2) Wajib belajar diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah tanpa memungut biaya dari peserta didik.
(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Wajib belajar diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah tanpa memungut biaya dari peserta didik.
(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal 41
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Pasal 41
(1)
Standar nasional pendidikan terdiri dari standar isi, kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian
pendidikan.
(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan bagi pengembangan kurikulum dan tenaga kependidikan, penyediaan sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan bagi pengembangan kurikulum dan tenaga kependidikan, penyediaan sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KURIKULUM
Pasal 42
KURIKULUM
Pasal 42
(1)
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan sesuai dengan ciri khas satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan.
(3) Pengembangan kurikulum memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak dan budi mulia;
c. peningkatan potensi dan minat peserta didik;
d. keanekaragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
h. agama dan budaya setempat; dan
i. dinamika perkembangan global;
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan sesuai dengan ciri khas satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan.
(3) Pengembangan kurikulum memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak dan budi mulia;
c. peningkatan potensi dan minat peserta didik;
d. keanekaragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
h. agama dan budaya setempat; dan
i. dinamika perkembangan global;
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
(1)
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama,
b. pendidikan kewarganegaraan,
c. bahasa,
d. matematika,
e. ilmu pengetahuan alam,
f. ilmu pengetahuan sosial,
g. seni, budaya dan olah raga, dan
h. keterampilan/kejuruan dan muatan lokal.
(2) Penjabaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Kurikulum pendidikan dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
(4) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama,
b. pendidikan kewarganegaraan, dan
c. bahasa.
(5) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
a. pendidikan agama,
b. pendidikan kewarganegaraan,
c. bahasa,
d. matematika,
e. ilmu pengetahuan alam,
f. ilmu pengetahuan sosial,
g. seni, budaya dan olah raga, dan
h. keterampilan/kejuruan dan muatan lokal.
(2) Penjabaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Kurikulum pendidikan dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
(4) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan agama,
b. pendidikan kewarganegaraan, dan
c. bahasa.
(5) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
BAB XI
TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 44
TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 44
(1)
Tenaga kependidikan meliputi anggota masyarakat yang bertugas melaksanakan
pembimbingan, pembelajaran, pelatihan, penelitian, pengembangan, perencanaan, pengelolaan,
pengawasan, penilaian, serta pelayanan teknis dan kepustakaan.
(2) Pendidik adalah tenaga profesional dengan tugas utama merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta mengembangkan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
(3) Kualifikasi pendidik untuk jalur, jenjang, dan jenis pendidikan formal dan nonformal diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pendidik adalah tenaga profesional dengan tugas utama merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi serta mengembangkan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
(3) Kualifikasi pendidik untuk jalur, jenjang, dan jenis pendidikan formal dan nonformal diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 45
(1)
Setiap tenaga kependidikan berkewajiban:
a. menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya;
b. melaksanakan tugas kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya; dan
c. meningkatkan kemampuan pribadi, sosial, dan profesional.
(2) Setiap tenaga kependidikan berhak memperoleh:
a. penghasilan yang pantas dan jaminan kesejahteraan sosial yang memadai;
b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerjanya;
c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya; dan
e. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
a. menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya;
b. melaksanakan tugas kependidikan yang menjadi tanggung jawabnya; dan
c. meningkatkan kemampuan pribadi, sosial, dan profesional.
(2) Setiap tenaga kependidikan berhak memperoleh:
a. penghasilan yang pantas dan jaminan kesejahteraan sosial yang memadai;
b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerjanya;
c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya; dan
e. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
Pasal 46
(1)
Tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah otonomi.
(2) Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran tenaga kependidikan diatur oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(3) Pemerintah wajib memfasilitasi daerah dengan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
(2) Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran tenaga kependidikan diatur oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(3) Pemerintah wajib memfasilitasi daerah dengan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 47
(1)
Promosi dan penghargaan bagi tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar
belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang
pendidikan.
(2) Sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan lainnya diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan lainnya diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
(2) Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya.
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
BAB XII
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Pasal 49
SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
Pasal 49
(1)
Setiap satuan pendidikan berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana untuk
menunjang proses pendidikan, termasuk ruang belajar, tempat berolahraga, tempat
beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat
berkreasi dan rekreasi, dan fasilitas kebersihan bagi peserta didik dan
penyelenggara pendidikan.
(2) Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dilakukan dengan bantuan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
(2) Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dilakukan dengan bantuan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
BAB XIII
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pendanaan
Pasal 50
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pendanaan
Pasal 50
(1)
Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada dalam masyarakat untuk mencapai standar nasional pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada dalam masyarakat untuk mencapai standar nasional pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 51
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 51
(1)
Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan,
dan keberlanjutan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 52
Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 52
(1)
Pengelolaan dana pendidikan didasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi,
transparansi, dan akuntabilitas publik.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengalokasian Dana Pendidikan
Pasal 53
Pengalokasian Dana Pendidikan
Pasal 53
(1)
Dana pendidikan di luar gaji pendidik dialokasikan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD).
(2) Dana bagi sektor pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan untuk membiayai pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan masyarakat.
(3) Dana bagi sektor pendidikan dari Pemerintah kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Pedoman pengalokasian dana bagi sektor pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) agar memenuhi standar nasional pendidikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dana bagi sektor pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan untuk membiayai pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan masyarakat.
(3) Dana bagi sektor pendidikan dari Pemerintah kepada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Pedoman pengalokasian dana bagi sektor pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) agar memenuhi standar nasional pendidikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
(1)
Pemerintah menentukan kebijakan nasional, standar nasional pendidikan, dan
sistem penilaian untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
(2) Pemerintah Daerah menentukan kebijakan daerah, mekanisme perencanaan, pengendalian, dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan pendidikan pradasar, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di daerah.
(3) Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola satuan pendidikan di lembaganya.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pemerintah Daerah menentukan kebijakan daerah, mekanisme perencanaan, pengendalian, dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan pendidikan pradasar, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di daerah.
(3) Perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola satuan pendidikan di lembaganya.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 55
(1)
Pengelolaan satuan pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan berdasarkan
standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan pradasar, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah pertama dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota atau masyarakat.
(3) Pengelolaan satuan pendidikan menengah atas dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau masyarakat dengan dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) disesuaikan dengan kemampuan Pemerintah Kabupaten/Kota masing-masing.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan pradasar, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah pertama dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota atau masyarakat.
(3) Pengelolaan satuan pendidikan menengah atas dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau masyarakat dengan dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) disesuaikan dengan kemampuan Pemerintah Kabupaten/Kota masing-masing.
Pasal 56
(1)
Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi,
akuntabilitas publik, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi diselenggarakan oleh badan hukum pendidikan.
(2) Pengelolaan satuan pendidikan tinggi diselenggarakan oleh badan hukum pendidikan.
Pasal 57
(1)
Pengelolaan satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah dan/atau masyarakat.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Badan Hukum Pendidikan
Pasal 58
Badan Hukum Pendidikan
Pasal 58
(1)
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat
berbentuk badan hukum pendidikan.
(2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik.
(3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana yang dipergunakan untuk memajukan satuan pendidikan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik.
(3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana yang dipergunakan untuk memajukan satuan pendidikan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XV
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 59
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 59
(1)
Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan,
kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan.
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pasal 60
Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pasal 60
(1)
Lembaga non-Pemerintah sebagai mitra pemerintah berhak menyelenggarakan
pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan pendidikan nonformal,
sesuai dengan kekhususan norma-norma agama, sosial, budaya, dan keinginan
masyarakat yang berprinsip nirlaba dengan berpedoman kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat dapat mengatur kurikulum, kegiatan pembelajaran, manajemen, dan pendanaannya.
(3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat berhak mendapat bantuan teknis, subsidi dana, serta sumber daya lainnya secara proporsional, adil, dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat dapat mengatur kurikulum, kegiatan pembelajaran, manajemen, dan pendanaannya.
(3) Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Lembaga pendidikan berbasis masyarakat berhak mendapat bantuan teknis, subsidi dana, serta sumber daya lainnya secara proporsional, adil, dan merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah
Pasal 61
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah
Pasal 61
(1)
Masyarakat ikut berperan serta secara optimal dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program
pendidikan melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah.
(2) Dewan Pendidikan dibentuk dan berperan serta dalam peningkatan mutu pendidikan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan secara hierarkis.
(3) Komite Sekolah/Madrasah dibentuk dan berperan serta baik dalam perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan maupun dalam pengendalian mutu pendidikan di tingkat sekolah/madrasah.
(4) Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Dewan Pendidikan dibentuk dan berperan serta dalam peningkatan mutu pendidikan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan secara hierarkis.
(3) Komite Sekolah/Madrasah dibentuk dan berperan serta baik dalam perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan maupun dalam pengendalian mutu pendidikan di tingkat sekolah/madrasah.
(4) Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XVI
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian Kesatu
Evaluasi
Pasal 62
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI
Bagian Kesatu
Evaluasi
Pasal 62
(1)
Evaluasi dilakukan dalam rangka pemantauan dan peningkatan mutu pendidikan
secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada
masyarakat.
(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Pasal 63
(1)
Evaluasi peserta didik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan
hasil belajar peserta didik.
(2) Evaluasi peserta didik, lembaga, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga independen secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemis untuk menilai ketercapaian standar nasional.
(2) Evaluasi peserta didik, lembaga, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga independen secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemis untuk menilai ketercapaian standar nasional.
Pasal 64
(1)
Pemerintah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan secara nasional atau lokal.
(2) Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga evaluasi yang independen untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga evaluasi yang independen untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Akreditasi
Pasal 65
Akreditasi
Pasal 65
(1)
Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan
dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi.
(2) Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh pemerintah dan/atau lembaga independen yang berkompeten sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik.
(3) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh pemerintah dan/atau lembaga independen yang berkompeten sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik.
(3) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 66
Sertifikasi
Pasal 66
(1)
Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
(2) Ijazah diberikan oleh penyelenggara satuan pendidikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh lembaga sertifikasi profesi kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ijazah diberikan oleh penyelenggara satuan pendidikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh lembaga sertifikasi profesi kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XVII
PERIZINAN
Pasal 67
PERIZINAN
Pasal 67
(1)
Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh
izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(2) Pemerintah atau Pemerintah Daerah memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Syarat-syarat untuk memperoleh izin meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, manajemen serta proses pendidikan, sesuai dengan kebutuhan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pemerintah atau Pemerintah Daerah memberi atau mencabut izin pendirian satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Syarat-syarat untuk memperoleh izin meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, manajemen serta proses pendidikan, sesuai dengan kebutuhan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XVIII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
Pasal 68
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH LEMBAGA NEGARA LAIN
Pasal 68
(1)
Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing di wilayah
Republik Indonesia bagi peserta didik warga negara asing dapat menggunakan
ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan dari
Pemerintah Republik Indonesia.
(2) Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh warga negara atau lembaga asing di wilayah Republik Indonesia wajib mengikutsertakan pengelola dan pendidik Indonesia minimal 50%.
(3) Kegiatan pendidikan yang menggunakan sistem pendidikan negara lain yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh warga negara atau lembaga asing di wilayah Republik Indonesia wajib mengikutsertakan pengelola dan pendidik Indonesia minimal 50%.
(3) Kegiatan pendidikan yang menggunakan sistem pendidikan negara lain yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIX
PENGAWASAN
Pasal 69
PENGAWASAN
Pasal 69
(1)
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat melakukan pengawasan atas
penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 70
KETENTUAN PIDANA
Pasal 70
(1)
Penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi yang memberikan gelar
akademik dan profesi tanpa hak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2),
dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Penyelenggara perguruan tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 28 ayat (5) dan masih beroperasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Penyelenggara pendidikan yang memberikan gelar guru besar atau profesor yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Penyelenggara perguruan tinggi yang dinyatakan ditutup berdasarkan Pasal 28 ayat (5) dan masih beroperasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Penyelenggara pendidikan yang memberikan gelar guru besar atau profesor yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Penyelenggara pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 71
(1)
Setiap orang yang membantu memberikan suatu gelar dari perguruan tinggi yang
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menggunakan gelar akademik dan profesi yang diperoleh dari perguruan tinggi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau lembaga pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang menggunakan gelar guru besar atau profesor melalui prosedur yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menggunakan gelar akademik dan profesi yang diperoleh dari perguruan tinggi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau lembaga pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang menggunakan gelar lulusan yang tidak sesuai dengan bentuk dan singkatan yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang menggunakan gelar guru besar atau profesor melalui prosedur yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 72
(1)
Setiap orang yang menggunakan gelar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat
(1) yang ternyata palsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menggunakan ijazah dan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) yang ternyata palsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang menggunakan ijazah dan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) yang ternyata palsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 73
Lulusan
yang skripsi/tesis/disertasinya merupakan jiplakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 74
Penyelenggara
satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
BAB XXI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 75
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 75
Semua
peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun
1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) yang ada pada saat
diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku, sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang ini.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 76
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 76
Pada
saat mulai berlakunya undang-undang ini, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960
tentang Pendidikan Asing dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3390) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 77
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal .........
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal .........
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal .....
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal .....
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
No comments:
Post a Comment