Air bagi saya adalah salah satu bentuk dari sekian tak terhingga
'bicara'-Nya Tuhan. Bagi anda yang sehari-hari hanya 'sambil-lalu' menjadi
saksi atas air, saya ajak anda untuk melihat lebih dekat, mendengar lebih tajam
firman Tuhan yang satu ini.
Betapa luar biasa sebuah zat yang ketika di-'isi'-kan ke sembarang
bentuk dia akan mengikuti bentuk-bentuk tempat dia mengisi. Bisa dibayangkan
kalau tubuh kita yang sebagian besar terkandung air yang tidak memiliki sifat
demikian, tubuh kita tentu menjadi tak karuan bentuknya. Atau ambil contoh
ketika anda memasak air.
Sebuah firman-Nya kalau air pada temperatur yang lebih tinggi akan
memiliki berat jenis lebih kecil sehingga relatif lebih ringan dibanding air
pada temperatur yang lebih rendah, sehingga ketika memasak air berapapun
banyaknya pada wadah apapun bentuknya, air akan mendidih secara merata dengan
tidak perlu anda mengaduk-aduknya, karena ketika api memanasi bawah permukaan
wadah, bagian bawah air menjadi lebih panas, lebih ringan, naik digantikan yang
lebih dingin turun kemudian yang bawah memanas naik demikian seterusnya
seolah-olah teraduk aduk dengan sendirinya.
Atau mungkin pernahkah anda menyadari 'kehadiran' uap-air di udara
dimana pada kandungan uap-air tertentu kita akan merasa nyaman, kandungan yang
sangat rendah kita akan meresa kering sampai ke-tenggorokan, dan kandungan yang
terlalu tinggi kita akan merasa kegerahan.
Saya sebenarnya sudah akan berniat menyudahi sequel sharing saya
tentang Tuhan yang selalu berbicara pada tulisan saya yang lalu, hanya saja
menyaksikan banjir besar melanda ibukota kita beberapa waktu lalu yang
melibatkan aktor utama air, kembali membuat saya duduk bersimpuh dihadapan-Nya
tertunduk mendengarkan 'bicara'-Nya yang satu ini tentang air.
Kalau saya boleh berbagi pengetahuan saya tentang air, berawal
dari laut dimana sebagian paling besar prosentase air di bumi ini berada. Dari
laut karena sifatnya dengan luas permukaan yang begitu besar air menguap
terkena panas matahari. Uap air akan mengumpul membentuk awan yang semakin lama
semakin besar sehingga udara tidak mampu lagi menampung air dalam wujudnya
sebagai uap yang kemudian menjadi cair dan berubah menjadi hujan turun kembali
ke bumi, di bumi ketika daerah resapan air begitu luas air seharusnya meresap
ke dalam tanah, sebagian mengisi 'sungai' sumur dalam jauh di dalam tanah,
sebagian mengisi air permukaan untuk konsumsi akar tumbuhan, sumur-sumur
dangkal manusia.
Dan sebagian lagi kembali menyembul di permukaan tanah membentuk
mata air, mengaliri sungai-sungai membentuk ekosistim mata-rantai kehidupan
yang luar-biasa sempurna -masuk ke tubuh manusia, hewan, menjadi tempat hidup
ikan, dsb- , untuk kemudian mengalir kembali ke laut. Kontribusi peran air dari
waktu ke waktu bisa jadi besarnya berbeda-beda, tetapi jumlah keseluruhan
adalah selalu tetap. Sehingga saya bisa berkata bahwa misalnya air yang kita
minum dari botol air mineral, esensinya adalah sama 'air'-nya dengan misalnya
dengan -maaf- air di got-got rumah, perbedaannya hanya masalah kapan dan di
mana.
Semoga anda merasakan apa yang saya rasakan bahwa kurang lebih
pada alenia di atas tergambar betapa luar biasanya firman Tuhan. Dia selalu
berbicara, dan untuk hal air karena manusia sudah bisa 'bercerita' tentangnya,
paling tidak sebagian manusia sudah bisa mendengar 'bicara' Tuhan yang satu
ini. Lalu kenapa kok banjir?
Mungkin alam marah karena ulah kita yang tidak memikirkan lingkungan
dalam berbudaya? Menurut saya tidak juga. Air yang merupakan bagian dari alam
'hanya' berbuat seperti yang di-firman-kanNya. Ketika dia menjadi hujan turun
ke bumi dan menemui daerah resapan air sudah berkurang sangat banyak, dia
'hanya' melaksanakan firmanNya untuk mengalir mencari titik terendah, di
situlah dia akan tinggal sambil menunggu dia menguap dan mencari celah-celah
resapan yang sangat kecil membuat dia sangat-sangat pelan meresap.
Mungkinkah Tuhan marah karena kita tidak kunjung belajar atas
'bicara'-Nya? Menurut saya tidak juga. Bagi saya Tuhan seperti biasanya selalu
berbicara, hanya saja kali ini ketika biasanya kita tuli, pura-pura tuli atau
sengaja me-nuli, kejadian ini terasa bahwa 'bicara' Tuhan terdengar lebih keras
dari biasanya.
Akankah kita mendengar 'bicara'-Nya. Sehingga dalam membangun
selalu memilih untuk manuruti firman-Nya tidak melulu menuruti hawa nafsu
mengatas namakan 'good-looking' semata. Dalam menata kota selalu untuk tidak
memilih hanya berpatokan pada harga-diri saja.
Saya sedih ketika mendengar berita ditengah tragedi bencana ini,
masih saja ada orang mencelakai orang lain dengan mencuri uang yang seharusnya
menjadi hak korban bencana. Masih saja ada orang yang berusaha membentuk opini
masyarakat dengan mempolarisasi kesalahan-kesalahan ditimpakan ke orang per
orang untuk kepentingan sendiri atau kelompoknya. Masih saja ada orang yang
memanfaatkannya menjadi momen agenda perjuangan politik kelompoknya…
Masya Allah! Kurang 'terdengar'kah bicara Tuhan kali ini….
No comments:
Post a Comment