Berkali-kali
sejarah menunjukkan kepada kita bahwa ia akan selalu memberikan pelajaran
kepada manusia. Sejarah, selalu membuktikan kepada kita bahwa ia akan
membersihkan diri dari dari segala kebohongan yang memanipulasi kejadian
sejarah. Akan selalu ada adagium yang tepat benar: ketika kebohongan semakin
menjadi-jadi, maka kebohongan akan meruntuhkan dirinya sendiri. Tidak pernah
ada perjalanan sejarah yang bertahan dari self purification (pemurnian sendiri)
oleh sejarah ini.
Beberapa tahun
yang lalu, Hitler menggunakan kebohongan-kebohongan untuk menutupi
kejahatannya. Secara sistematis, mereka-mereka yang menjadi perpanjangan
tangannya menyuarakan suara-suara manipulasi, dan menjelaskan dan menuliskan
sejarah versi mereka. Maka dimana-mana Hitler mendapat tempat, pujian dan
kehormatan.
Sayangnya,
manipulasi sejarah tidak dapat dipertahankan. Sejarah membuktikan sendiri
"perjalanan" yang sebenarnya. Oleh karena kebohongan-kebohongannya
tidak dapat lagi dikendalikan, Hitler terperosok ke dalam self purification
sejarah. Dari yang dipuja, kini dihujat. Dari yang "membentuk", kini
tidak lebih dari seorang penjahat yang dikutuk dunia.
Kita juga
pernah mengalami self purification sejarah. Mulanya Orde Baru hadir dengan
janji mengenai kemakmuran dan kesejahteraan. Ada sejarah yang mengalir dari
tangan mereka: Indonesia yang adil dan makmur. Di mana-mana pembangunan
digalakkan. Wajah Indonesia dijadikan ramah dan rajin. Ekonomi meningkat, beras
melimpah, uang beredar terkendali. Dan era tinggal landas sudah di depan mata
bangsa Indonesia.
Sayangnya,
semuanya hanya utopi yang penuh dengan kebohongan. Sejarah, lagi-lagi tidak
dapat terus menerus berada di muka penuh kebohongan penguasa. Orde Baru
kebablasan. Kebohongan demi kebohongan terungkap. Sejak dari awalnya, kritik di
alamatkan kepada penguasa. Tetapi semuanya ditampik. Sampai akhirnya ketika
semua kebohongan tidak dapat lagi ditutup-tutupi. Orde Baru terkoyak dan
terbukalah jalan bagi self purification sejarah.
Dan yang lebih
disayangkan lagi, hari-hari ini kita menyaksikan kebohongan-kebohongan semakin
meraja-lela, seolah tidak pernah belajar dari kejadian sejarah di masa lalu.
Para petinggi negara, pejabat negara yang seharusnya menjadi panutan,
mengembangkan permainan yang memanipulasi sejarah, termasuk kebohongan kepada
publik. Alibi demi alibi disusun. Mulai dari diri sendiri, keluarga, pengikut,
bahkan pengacara "pesanan" pun ikut-ikutan bohong. Mata kita dipoles
oleh sumpah mereka atas nama Tuhan. Sayangnya, kebohongan (pasti akan)
terungkap dengan jelas.
Haruskah kita
selalu menunggu self purification dari sejarah? Mengapa kita tidak pernah
belajar bahwa kebohongan selalu digantikan oleh hujatan dan cercaan perjalanan
sejarah?
Manusia
modern, sepertinya telah kehilangan kemampuan untuk berpikir. Corgito ergo sum,
kata Descartes suatu ketika. Dan kelihatannya pikiran-pikiran manusia sudah
kehilangan kemampuan untuk belajar, bernalar, dan memikirkan kejadian-kejadian
yang telah lalu, yang berupa rangkaian sejarah. Pikiran-pikiran manusia, sudah
tidak mampu lagi memikirkan mengenai adanya "teguran-teguran sejarah"
di masa lalu. Manusia, tidak mampu bercermin dari kehidupan para pembohong di
masa lalu. Dan bukan hanya itu, manusia bahkan kehilangan kemampuan untuk
memikirkan kelayakan, kebenaran, kepatutan, bahkan keindahan sama sekali.
Manusia
kehilangan sesuatu yang sangat berharga dari dirinya: pikirannya. Manusia
kehilangan sesuatu yang membuatnya berbeda dari dunia binatang: rasionalitas.
Maka, alangkah
wajarnya, ketika manusia tidak mampu berpikir lagi, sejarahlah yang akan
mengambil alih segalanya. Self purification dari sejarah, akan mengatur dan
membawa manusia ke dalam fakta nyata, yaitu bahwa kebohongan (manusia) akan
selalu diungkapkan oleh sejarah.
Selamanya.
No comments:
Post a Comment