Oleh: Achmad Sapari
Dalam situasi pembelajaran yang berlangsung secara monoton,
siswa merasa "tersiksa" dan bahkan seperti di penjara. Apalagi guru
sebagai motivator dalam pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah, maka
suasana pembelajaran akan semakin menyiksa. Dalam rangka menerapkan manajemen
berbasis sekolah (school based-management) yang umum disingkat MBS dan
pembelajaran aktif, perlu kiranya dipikirkan model pembelajaran yang
menyenangkan. Model pembelajaran tersebut dimaksudkan untuk memberikan
kenyamanan tersendiri bagi siswa dalam belajar.
Sebelum mengajar, seorang
guru harus sudah merancang pembelajaran yang akan disajikan. Dalam merancang
pembelajaran tersebut guru dapat mendiskusikannya dengan sesama guru, kepala
sekolah, atau pengawas. Dalam diskusi tersebut dibahas materi apa yang akan
diajarkan, bagaimana metodenya, bagaimana alat peraganya, dan bagaimana
evaluasinya. Sering seorang guru dalam merancang pembelajaran kehilangan
"seni" mengajar. Artinya, mereka terlalu terpaku kepada mekanisme
yang sudah baku, runtut, dan terprogram. Dalam merancang pembelajaran pun, seni
yang akan ditampilkan dalam pembelajaran mestinya sudah dipersiapkan pula. Pada
bagian manakah mereka akan menyelinginya dengan sense of humor sebagai bumbu
dalam pembelajaran.
Ketika mengajar, guru bisa
saja menggunakan model pendampingan pembelajaran. Biasanya, kegiatan seperti
ini pada sekolah-sekolah yang sedang melaksanakan sebuah uji coba. Kehadiran
kepala sekolah atau pengawas di kelas tidak dianggap sebagai momok bagi guru,
melainkan menjadi mitra. Jika ada sesuatu yang kurang mengena, maka guru dapat
mengkonsultasikan dengan para pendamping atau para pendamping secara aktif
turut terlibat dalam pembelajaran. Karena kelas sudah diubah suasananya
sedemikian rupa, maka siswa tidak akan merasa terkejut dengan kehadiran
beberapa orang selain gurunya. Justru dengan cara-cara yang komunikatif, maka
siswa akan merasa diperhatikan.
Cara lain adalah guru merancang pembelajarannya melalui sebuah diskusi dengan rekan sejawat atau kepala sekolah, sedangkan dalam praktiknya, mereka tidak didampingi oleh orang lain. Hanya saja yang perlu ditekankan adalah keterlibatan emosional siswa harus benar-benar terjaga, sehingga suasana pembelajaran benar-benar aktif.
Dalam suasana pembelajaran aktif saja sebenarnya pembelajaran yang menyenangkan sudah mulai tercipta. Apalagi jika guru secara kreatif dapat menjalankan komunikasi dua arah yang menyenangkan. Senyum guru, misalnya, mempunyai makna yang sangat dalam bagi keberhasilan pembelajaran. Sebab, senyum itu dapat mencairkan suasana yang beku, monoton, dan tidak menarik.
Guru yang dapat membuat muridnya betah tinggal di kelas adalah guru yang menyenangkan. Saya masih ingat ketika diajar oleh seorang guru SD yang menyenangkan. Meskipun bel istirahat atau bel pulang sudah berdentang, rasanya keinginan untuk beristirahat atau pulang tidak terlalu menggebu-gebu. Ada rasa nyaman di kelas. Ada rasa damai karena Pak Guru telah menciptakan suasana kelas dengan amat menyenangkan. MBS memberikan peluang bagi kepala sekolah atau guru untuk menjabarkan kurikulum dan mengelola kelas dengan sebaik-baiknya. Tidak ada lagi model-model pembelajaran yang dipaksakan. Justru jika ada temuan-temuan yang kreatif mengenai model pembelajaran "baru", maka guru dapat menerapkannya di dalam pembelajaran.** *
Cara lain adalah guru merancang pembelajarannya melalui sebuah diskusi dengan rekan sejawat atau kepala sekolah, sedangkan dalam praktiknya, mereka tidak didampingi oleh orang lain. Hanya saja yang perlu ditekankan adalah keterlibatan emosional siswa harus benar-benar terjaga, sehingga suasana pembelajaran benar-benar aktif.
Dalam suasana pembelajaran aktif saja sebenarnya pembelajaran yang menyenangkan sudah mulai tercipta. Apalagi jika guru secara kreatif dapat menjalankan komunikasi dua arah yang menyenangkan. Senyum guru, misalnya, mempunyai makna yang sangat dalam bagi keberhasilan pembelajaran. Sebab, senyum itu dapat mencairkan suasana yang beku, monoton, dan tidak menarik.
Guru yang dapat membuat muridnya betah tinggal di kelas adalah guru yang menyenangkan. Saya masih ingat ketika diajar oleh seorang guru SD yang menyenangkan. Meskipun bel istirahat atau bel pulang sudah berdentang, rasanya keinginan untuk beristirahat atau pulang tidak terlalu menggebu-gebu. Ada rasa nyaman di kelas. Ada rasa damai karena Pak Guru telah menciptakan suasana kelas dengan amat menyenangkan. MBS memberikan peluang bagi kepala sekolah atau guru untuk menjabarkan kurikulum dan mengelola kelas dengan sebaik-baiknya. Tidak ada lagi model-model pembelajaran yang dipaksakan. Justru jika ada temuan-temuan yang kreatif mengenai model pembelajaran "baru", maka guru dapat menerapkannya di dalam pembelajaran.** *
Pembelajaran yang
menyenangkan mengandung unsur "bermain" dalam kegiatan pembelajaran,
apalagi untuk kelas I dan II SD. Guru yang tidak bisa membawa anak-anak ke alam
"permainan yang menyenangkan", jangan harap tujuan pembelajaran
khusus akan tercapai. Bagaimana dengan siswa kelas III-VI? Masih banyak cara
untuk mengantar sebuah pembelajaran menjadi menyenangkan. Guru dapat
menggunakan alat peraga yang dirancang bersama siswa. Kemudian mendiskusikan
bersama. Pendeknya, siswa benar-benar dilibatkan secara penuh dalam
pembelajaran. Dengan demikian akan terjalin sebuah hubungan yang menyenangkan
pula. Batas otoritas guru dan siswa sebagai komponen lain dalam pembelajaran
sudah tidak terasa sama sekali. Yang ada adalah kemitraan. Maka, dengan
cara-cara seperti itulah pembelajaran akan benar-benar dapat menyenangkan, baik
bagi guru maupun siswa. Uji coba yang dilakukan di beberapa sekolah di
Kabupaten Mojokerto untuk MBS, pembelajaran aktif dan partisipasi masyarakat,
serta di Kabupaten Sidoarjo untuk model pendampingan pembelajaran, menunjukkan
adanya peningkatan hasil belajar. Jika model-model seperti itu dikembangkan di
sekolah-sekolah lain di Indonesia, maka pembelajaran akan benar-benar
menyenangkan dan pada akhirnya mutu pendidikan akan meningkat.Semua itu tentu
membutuhkan itikat baik pemerintah; termasuk di dalamnya adalah kepala sekolah
dan guru sebagai agen sentral kurikulum. Semoga!
* Penulis adalah Kepala SD
di Probolinggo.
No comments:
Post a Comment